KOMPAS.com – Dengan populasi yang diperkirakan tak lebih dari 500 individu, Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) mendesak untuk diselamatkan.
Meski merupakan satwa ikonik, telah diberi status critically endangered oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), ancaman terhadap satwa tersebut tetap besar.
Kebakaran hutan dan alih fungsi lahan yang berujung pada pengurangan dan fragmentasi hutan memicu semakin terbatasnya wilayah gerak satu-satunya harimau yang tersisa di Indonesia itu.
Ditambah dengan konflik yang kerap terjadi dengan warga sekitar hutan dan praktik jerat kawat serta perubahan iklim, ancaman terhadap satwa itu semakin besar.
Untuk mendorong langkah konservasi yang terarah, peneliti harimau Erlinda C Kartika menuturkan bahwa ketersediaan Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) sangat urgent.
“Kalau kita ngomongin konservasi, kalau enggak punya roadmap kan bingung. Sudah sampai mana. SRAK salah satu fungsinya itu,” terang Erlinda.
Sekretaris Forum Harimau Kita, Tomi Ariyanto, mengungkapkan bahwa SRAK Harimau Sumatera periode 2007 – 2017.
SRAK baru sendiri sebenarnya sudah disusun sejak tahun 2018-2019, sejak berakhirnya SRAK periode 2007-2017.
“Prosesnya adalah dengan melakukan evaluasi capaian kinerja SRAK sebelumnya, dan pengembangan kerangka kerja yang lebih rinci di tingkat tapak,”ungkap Tomi.
“Dalam prosesnya kita menggunakan data population viability analysis yang disusun oleh Forum Harimau Kita untuk memetakan populasi harimau pada 23 lansekap,” tambahnya.
Dalam evaluasi, pakar membagi harimau menjadi dua, managed dan neglected. Masing-masing punya rencana yang berbeda.
Baca juga: Riset Ahli Ungkap, Kearifan Lokal Saja Tak Mempan Lindungi Harimau Sumatera
Draft SRAK yang sudah disusun sebenarnya sudah melalui proses workshop dan konsultasi public di wilayah Sumatera bagian utara dan selatan.
Hasil proses itu akan di-review oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan dan nantinya akan disetujui oleh Menteri.
“Poin penting dari SRAK terbaru adalah pembuatan strategi berbasis lansekap yang sangat detail, alih-alih menggunakan strategi yang sama di semua tempat,” ungkap Tomi.
“Selain itu juga menggunakan pengalaman dari SRAK sebelumnya untuk menghitung sumber daya yg dibutuhkan,” imbuhnya ketika diwawancara Kompas.com, Kamis (31/7/2025).
Sayangnya karena beragam kompleksitas, proses pengesahan SRAK selama ini mandedg di tingkat pemerintah.
“Sebagai update pada tahun ini, Forum Harimau Kita sedang bersiap untuk menggulirkan pembahasan SRAK lagi bersama Kemenhut,” tukasnya.
Tomi menuturkan, “Tanpa pembaharuan SRAK, dukungan terhadap konservasi harimau menurun dalam beberapa tahun ini dan kita tidak memiliki posisi tawar dalam lanskap konservasi harimau global.”
Selain itu, banyak konflik akan diselesaikan secara seragam. Misalnya, konflik warga dengan harimau yang berakhir dengan penangkapan satwa tersebut.
Erlinda menuturkan, ke depan konservasi harimau perlu menentukan setidaknya dua kemajuan, yaitu pendataan dan penegakan hukum.
“Selama ini kita belum pernah melakukan pendataan yang benar-benar menyeluruh. Padahal data penting sebagai pijakan,” katanya.
Baca juga: BKSDA Aceh Beri Panduan Cegah Konflik Manusia dengan Harimau Sumatera
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya