Sebagai tindak lanjut, pemerintah mengidentifikasi 1,1 juta hektar hutan terdegradasi untuk ditanami pangan lokal secara legal.
Target awal pada 2025 saja sudah mencakup 111.000 hektar lahan sosial dan 30.000 hektar di hutan produksi Perhutani.
Data Kementerian LHK mencatat hingga 2024 luas pengelolaan perhutanan sosial mencapai 8,01 juta hektar, dan angka ini diproyeksikan terus meningkat sejalan dengan agenda pembangunan desa dan pangan nasional.
Lebih dari sekadar ketahanan pangan, perhutanan sosial sejalan dengan strategi pemerataan ekonomi nasional.
Selama lebih dari tiga dekade, kebijakan ini telah memberikan akses kelola hutan kepada masyarakat sekaligus mendorong lahirnya unit usaha perhutanan sosial (KUPS) berbasis hasil hutan kayu, nonkayu, hingga jasa lingkungan.
Artinya, hutan tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelindung iklim dan air, tetapi juga sebagai sumber penghidupan.
Hasil hutan kini dapat dikomersialkan secara legal, pendapatan warga meningkat, dan kemitraan produktif ini terbukti mampu menekan deforestasi sekaligus memperkuat ketahanan pangan masyarakat.
Manfaat lain dari perhutanan sosial adalah terciptanya lapangan kerja hijau (green jobs) di desa. Kelompok tani hutan (KTH) mulai mengembangkan keterampilan baru, mulai dari teknologi pengolahan kopi, pemuliaan bibit kakao unggul, hingga konservasi lingkungan.
Produk yang dihasilkan didorong naik kelas melalui program sertifikasi, pendampingan, dan dukungan CSR perusahaan.
Di Situbondo, misalnya, komunitas kopi arboretum berhasil memetakan keragaman kopi lokal di tengah hutan dan mengembangkannya menjadi specialty coffee bernilai tinggi.
Sinergi antarkementerian pun diperkuat, di mana KLHK dan Kementan berbagi data tentang petani, komoditas, serta potensi lahan agar program perhutanan sosial selaras dengan kebutuhan ekspor sekaligus menjaga kelestarian hutan.
Ke depan, masa depan perhutanan sosial akan sangat ditentukan oleh kesinambungan antara kelestarian hutan dan kesejahteraan desa.
Komoditas hutan seperti kopi, pala, atau kelapa harus menjadi kawan hutan, bukan perusak ekosistem.
Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan manfaat nyata, di mana program ini mampu menurunkan jumlah desa sangat tertinggal, menambah desa mandiri, sekaligus menjaga tutupan hutan tetap stabil.
Dengan pengelolaan yang cermat, perhutanan sosial dapat benar-benar menjadi masa depan hutan yang lestari sekaligus rakyat yang sejahtera.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya