Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/10/2025, 08:17 WIB
Hotria Mariana,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

LUWU TIMUR, KOMPAS.com – Matahari baru terbit ketika speed boat kayu yang tim Kompas.com tumpangi meninggalkan Pelabuhan Lampia, Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (21/9/2025) pagi.

Tepat pukul 06.00 WITA, angin sejuk, hamparan laut biru, dan deru mesin diesel mengiringi pelayaran sekitar satu setengah jam menuju Bulu Poloe. Pulau kecil tak berpenghuni di Teluk Bone ini menyimpan keindahan sekaligus cerita rapuhnya ekosistem laut.

Ketua Yayasan Konservasi Cinta Laut (YKCL) Muh Reza mengatakan bahwa di bentang pesisir Malili, mulai dari Desa Balantang hingga Desa Harapan tempat Pulau Bulu Poloe berada, karang yang benar-benar hidup hanya tersisa sekitar 30 persen dari total 600 hektare.

Menurutnya, kerusakan itu dipicu gelombang laut serta praktik destruktif seperti penggunaan bom ikan dan sianida.

Baca juga: Penurunan Terumbu Karang di Great Barrier Reef Terburuk dalam 40 Tahun Terakhir

Melihat kondisi itu, lanjut Reza, pihaknya bersama PT Vale Indonesia, Sorowako Diving Club (SDC), akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas), Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, merancang program konservasi pesisir yang mencakup terumbu karang, mangrove, dan padang lamun.

Baseline program konservasi dilakukan pada 2022. Fokusnya tidak hanya pada aspek ekologi, tetapi juga sosial-ekonomi karena kerusakan ekosistem membuat nelayan harus melaut lebih jauh dan biaya mereka meningkat,” ucap Reza.

Mengamini Reza, Senior Coordinator Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM) Livelihood PT Vale Sainab Husain Paragay turut menjelaskan mengenai transplantasi yang diupayakan.

Saat itu Vale bersama mitra memetakan tiga ekosistem kunci, yaitu terumbu karang, mangrove, dan padang lamun, serta memotret kondisi sosial-ekonomi nelayan.

Baca juga: Mengapa Terumbu Karang yang Cantik Mendorong Konservasi yang Lebih Kuat

“Kami tidak hanya melihat aspek lingkungan, tapi juga sosial-ekonomi masyarakat. Sebab, jika ekosistem (sekitar) rusak, nelayan terpaksa melaut lebih jauh dan biaya (operasional) mereka membengkak,” ujar Sainab.

Ia menambahkan, masukan ahli juga diadopsi dalam pola kerja program konservasi, antara lain monitoring berkala minimal sebulan sekali untuk lokasi transplantasi baru, serta peningkatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan dan pendampingan.

“Upaya itu melibatkan YKCL sebagai pendamping komunitas, SDC sebagai relawan penyelam, akademisi universitas, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, serta kelompok masyarakat pengawas perikanan,” terang Sainab.

Pada kegiatan monitoring di Pulau Bulu Poloe, tim SDC juga mencoba menanam karang jenis lain, Montipora, dan beberapa karang hias. Langkah ini diharapkan dapat membuat biodiversitas meningkat dan ekosistem lebih seimbang.KOMPAS.com/HOTRIA MARIANA Pada kegiatan monitoring di Pulau Bulu Poloe, tim SDC juga mencoba menanam karang jenis lain, Montipora, dan beberapa karang hias. Langkah ini diharapkan dapat membuat biodiversitas meningkat dan ekosistem lebih seimbang.

Turun menanam dan rutin memantau

Perjalanan tim Kompas.com ke Bulu Poloe hari itu adalah untuk mengiringi tim SDC bersama YKCL kembali turun ke dasar laut, tidak hanya untuk menanam, tapi juga memantau karang yang sudah ditanam sebelumnya di rangka besi segi delapan atau disebut spider.

Baca juga: Vale Bakal Luncurkan Program Intervensi Stunting di Tujuh Provinsi

Presiden SDC Merrylin menuturkan, jenis karang yang ditanam sebelumnya hanya Acropora. Namun, pada kesempatan tersebut, pihaknya memutuskan untuk mencoba menanam variasi lain.

“Sekarang kami coba variasi lain seperti Montipora dan karang hias. Harapannya, biodiversitas meningkat dan ekosistem lebih seimbang,” tuturnya.

Merrylin menambahkan, transplantasi karang tidak cukup pada penanaman saja. Harus ada monitoring berkala untuk memastikan kelangsungan hidupnya.

“Alga cepat sekali tumbuh dan bisa menutupi karang muda. Jadi, untuk penanaman pertama kali, monitoring dilakukan tiap dua minggu, lalu ke depan minimal sebulan sekali untuk bersih-bersih,” imbuhnya.

Baca juga: Di Konferensi Laut Dunia, Indonesia Janji Lindungi Terumbu Karang dari Krisis Iklim

Sebagai informasi, SDC adalah komunitas diving yang beranggotakan pekerja PT Vale Indonesia dari lintas departemen dan divisi. Selain menyalurkan kecintaannya pada menyelam, para anggotanya juga turut berpartisipasi pada program transplantasi yang diinisiasi perusahaan.

Namun, mengingat penyelaman intensif hanya memungkinkan pada akhir pekan, SDC menggandeng sejumlah komunitas selam lain, kelompok nelayan, serta ke depannya akan melibatkan sekolah-sekolah agar kegiatan monitoring berjalan reguler.

Lebih lanjut, Merrylin mengatakan, nursery atau pembibitan karang di dekat lokasi tanam juga tengah disiapkan.

“Kami pasang pipa paralon putih sebagai ‘park’ bibit. Ke depan, kami tak perlu ambil bibit dari jauh, kami bisa perbanyak dari sini,” katanya.

Baca juga: Pemutihan Massal Ancam 84 Persen Terumbu Karang Dunia

Sebagai informasi, pada fase baseline dan uji coba sebelumnya, jenis karang yang ditransplantasi dominan berasal dari spesies Acropora. Dalam satu tahun periode monitoring, karang tersebut menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik.

Oleh karena itu, dilakukan upaya penambahan jenis karang lainnya untuk meningkatkan keanekaragaman spesies. Namun, fragmen karang yang ditanam pada tahap ini masih berasal dari luar daerah, sebagai bagian dari uji coba dan seleksi spesies yang cocok

Dengan adanya nursery, tim dapat membiakkan bibit sendiri dari indukan yang sudah adaptif sehingga biaya berkurang, rantai pasok lebih pendek, dan tingkat keberhasilan tanam meningkat karena bibit berasal dari perairan yang sama.

Selain itu, pembibitan mandiri juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar karena dapat dibudidayakan dan dipanen secara berkelanjutan. Di pasaran, kata Merrylin, karang hias memiliki nilai tinggi, bahkan berpotensi untuk diekspor.

Baca juga: Peneliti dari Ocean Gardener Temukan Koloni Karang Raksasa di Nusa Penida

“Kalau pembibitan di nursery berjalan, karang bisa dipanen atau diperbanyak setiap enam hingga 12 bulan tergantung jenisnya,” katanya.

Namun, ia menekankan, realisasi tersebut masih lama karena perlu membutuhkan kajian dalam dan aturan ketat agar tidak memicu pengambilan masif dari alam.

Hingga kini sudah terpasang sekitar 90 set spider yang terdiri dari 40 unit awal dan tambahan 50 unit.

“Kami berencana menambah sekitar 50 lagi, tetapi harus bertahap sesuai hasil monitoring. Jangan sampai tidak dapat di monitor dan di pelihara,” ujarnya.

Baca juga: Konservasi Lingkungan Berpotensi Tingkatkan 10 Persen Populasi Ikan di Terumbu Karang

Hasil menggembirakan

Program transplantasi karang di pesisir Malili yang sudah berjalan sejak 2022, setelah studi dasar (baseline) dilakukan pada 2022, memberikan hasil menggembirakan. Awalnya hanya ditanam karang jenis Acropora sebagai uji coba, lalu diperluas dengan beragam spesies lain pada 2023–2024.

“Dari 1.000 fragmen yang sudah diturunkan, hanya sekitar dua persen yang mati sehingga tingkat kelangsungan hidup mencapai 98 persen. Saat penyelaman terakhir, kami bahkan menemukan hiu. Ini menjadi tanda bahwa ekosistem mulai pulih. Sebab, hiu tidak mungkin datang kalau karangnya rusak,” kata Reza.

Kembalinya ikan karang di sekitar area transplantasi, lanjutnya, memberi harapan bagi nelayan yang selama ini harus melaut lebih jauh.

Baca juga: Apa Saja Manfaat Hutan Mangrove?

Sejak 2023, lebih dari 7.000 bibit mangrove ditanam PT Vale Indonesia bersama sejumlah pihak di pesisir Luwu Timur, termasuk di kawasan Pasi-pasi. KOMPAS.com/HOTRIA MARIANA Sejak 2023, lebih dari 7.000 bibit mangrove ditanam PT Vale Indonesia bersama sejumlah pihak di pesisir Luwu Timur, termasuk di kawasan Pasi-pasi.

Jejak mangrove di Pasi-pasi

Selain karang, Vale Indonesia juga menyoroti restorasi mangrove. Sejak 2023, lebih dari 7.000 bibit ditanam perusahaan bersama sejumlah pihak di pesisir Luwu Timur, termasuk di kawasan Pasi-pasi. Angka tersebut di luar dari penanaman tambahan saat peringatan lingkungan seperti Hari Mangrove dan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN).

Karena itu, usai dari Bulu Poloe, tim Kompas.com diajak menyambangi Ekowisata Mangrove Pasi-pasi. Jaraknya 17,5 kilometer dari Pelabuhan Lampia.

Reza menerangkan, rehabilitasi mangrove di pesisir Luwu Timur, seperti di Pasi-pasi, diarahkan bertahap menuju ekowisata. Sementara, target penanaman 5.000 bibit per tahun dengan progres hingga 2025 mencapai 65 persen.

Itu terlihat dari dibangunnya jalur tracking mangrove sepanjang 100 meter di Ekowisata Mangrove Pasi-pasi pada 2024. Fasilitas ini disediakan untuk memudahkan mobilitas pengunjung atau warga yang ingin berekreasi ataupun belajar tentang lingkungan di area tersebut.

Baca juga: Pemerintah Rancang Zonasi untuk Rehabilitasi Mangrove di Indonesia

“Program pesisir sekarang kami kerjakan bersama, YKCL untuk pemberdayaan dan edukasi, SDC membantu kontrol serta monitoring bawah air, dengan dukungan teknis kampus dan pemerintah,” jelas Reza. 

Senior Vice President PT Vale Indonesia Iqbal menambahkan, perusahaan tidak hanya fokus pada reklamasi tambang.

“Selain melakukan transplantasi karang di sekitar Pulau Bulu Poloe, kami juga ikut merestorasi mangrove sekitar 1 hektare dan merencanakan rehabilitasi lebih dari 200 hektare lahan pesisir,” ujarnya.

Lewat upaya itu, Iqbal berharap, ekosistem pesisir bisa pulih dan kembali mendukung nelayan.

“Upaya ini juga penting untuk meningkatkan serapan karbon dan memastikan lingkungan tetap berkelanjutan,” tuturnya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Indonesia Jadi Tuan Rumah Kongres APAAACI 2025, Serukan Aksi Hadapi Dampak Iklim terhadap Kesehatan
Indonesia Jadi Tuan Rumah Kongres APAAACI 2025, Serukan Aksi Hadapi Dampak Iklim terhadap Kesehatan
LSM/Figur
Hakim Putuskan Tak Lanjut Gugatan Perusahaan terhadap Guru Besar IPB
Hakim Putuskan Tak Lanjut Gugatan Perusahaan terhadap Guru Besar IPB
LSM/Figur
Anak Muda Cinta Lingkungan tapi Belum Bertindak, Ini Temuan Youth Sustainability Index 2025
Anak Muda Cinta Lingkungan tapi Belum Bertindak, Ini Temuan Youth Sustainability Index 2025
LSM/Figur
Cerita Tabarano, Desa Kering di Wasuponda yang Disulap Jadi Agrowisata
Cerita Tabarano, Desa Kering di Wasuponda yang Disulap Jadi Agrowisata
Swasta
Rekor Baru: September Jadi Bulan Terpanas Ketiga Sepanjang Sejarah
Rekor Baru: September Jadi Bulan Terpanas Ketiga Sepanjang Sejarah
Pemerintah
UE Prioritaskan Penggunaan AI Lokal di Sektor Strategis
UE Prioritaskan Penggunaan AI Lokal di Sektor Strategis
Pemerintah
Mendengar Suara Perempuan Penggerak Keberlanjutan di Lestari Summit 2025
Mendengar Suara Perempuan Penggerak Keberlanjutan di Lestari Summit 2025
LSM/Figur
Tren Baru Barang Mewah, Konsumen Pilih Produk Berkualitas, Bekas dan Berkelanjutan
Tren Baru Barang Mewah, Konsumen Pilih Produk Berkualitas, Bekas dan Berkelanjutan
Pemerintah
Dari Krisis ke Harapan, Warga Oenenu Selatan Kini Nikmati Air Bersih Berkat Energi Surya
Dari Krisis ke Harapan, Warga Oenenu Selatan Kini Nikmati Air Bersih Berkat Energi Surya
Swasta
Inisiatif Global, ISO Rilis Standar Baru tentang Keanekaragaman Hayati
Inisiatif Global, ISO Rilis Standar Baru tentang Keanekaragaman Hayati
Pemerintah
Antisipasi Tsunami dan Gempa, BMKG Resmikan Sistem Peringatan Dini di Timor Leste
Antisipasi Tsunami dan Gempa, BMKG Resmikan Sistem Peringatan Dini di Timor Leste
Pemerintah
Desain Hunian Ramah Iklim Bantu Kota Atasi Panas Ekstrem
Desain Hunian Ramah Iklim Bantu Kota Atasi Panas Ekstrem
LSM/Figur
Target Bangun 1.000 Kapal, KKP Siapkan SDM dari Sekolah dan Masyarakat Pesisir
Target Bangun 1.000 Kapal, KKP Siapkan SDM dari Sekolah dan Masyarakat Pesisir
Pemerintah
Nasib Masyarakat Adat di Indonesia dan Amerika Latin Punya Banyak Kesamaan
Nasib Masyarakat Adat di Indonesia dan Amerika Latin Punya Banyak Kesamaan
LSM/Figur
Industri Baja Perparah Kerentanan Cilegon Hadapi Krisis Iklim dan Bencana Ekologis
Industri Baja Perparah Kerentanan Cilegon Hadapi Krisis Iklim dan Bencana Ekologis
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau