LUWU TIMUR, KOMPAS.com – Dulu di Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, kondisi jalan kerap menjadi persoalan. Warga sering menghadapi jalur tanah yang rawan berdebu saat kemarau dan becek kala hujan.
Tak hanya itu, jalan desa juga rusak sehingga menyulitkan aktivitas masyarakat, mulai dari mengangkut hasil kebun hingga sekadar menuju sekolah dan pasar.
Kepala Desa Tabarano Rimal Manuk Allo menuturkan, infrastruktur dasar menjadi perkara fundamental yang dihadapi di awal kepemimpinannya, termasuk jalan desa.
Namun, pemandangan itu kini berubah. Sejumlah ruas jalan Desa Tabarano sudah lebih rapi dengan dipasangnya paving block yang kokoh.
Baca juga: Mengenal Slag Nikel, Limbah yang Bisa Dijadikan Batako Bermutu Tinggi
Perbaikan jalan juga terasa di kawasan perkebunan nanas, salah satu komoditas unggulan desa sekaligus penunjang ekonomi warga.
Dulu, jalan menuju kebun hanya berupa tanah merah. Kondisinya licin saat hujan sehingga kerap dikeluhkan petani. Kini, jalur tersebut telah dilapisi kerikil sehingga memudahkan mereka beraktivitas tanpa takut tergelincir.
Uniknya, material yang digunakan untuk paving dan perkerasan jalan di desa itu bukan dari batu bata konvensional, melainkan dari terak atau limbah (slag) nikel hasil produksi PT Vale Indonesia.
“Warga bilang, jalannya enak sekali setelah dipasang paving dari slag. Kokoh dan rapi,” tutur Rimal.
Baca juga: 19 Tahun Perjalanan Himalaya Hill, dari Lahan Tambang Tandus Jadi Arboretum Hijau
Slag nikel merupakan limbah hasil peleburan (smelting). Jumlahnya sangat besar, mencapai jutaan ton per tahun. Jika tidak dikelola, slag hanya akan menumpuk di area pembuangan (slag dump) dan berpotensi mencemari lingkungan.
PT Vale memilih jalur berbeda, mengembalikan slag ke siklus manfaat. Perusahaan memanfaatkannya sebagai material perkerasan jalan tambang dan menguji pemakaiannya pada infrastruktur sipil, termasuk mengolahnya menjadi paving dan batako di area atau desa pemberdayaan.
Head of Mine Operation Sorowako PT Vale Indonesia Mohamad Iqbal Al Farobi menyebut, Vale menghasilkan sekitar 4 juta ton slag per tahun.
Menurut kajian teknis internal, lanjutnya, slag nikel Vale Indonesia tidak tergolong limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Karena itu, dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, mulai dari jalan tambang hingga produk bangunan, seperti batako untuk infrastruktur sipil.
Baca juga: Vale Indonesia Lakukan Reklamasi 3.791 Hektare Lahan Tambang di Sulsel
Hasil uji material menunjukkan, paving block dari slag nikel Vale memiliki kuat tekan lebih dari 40 megapascal (Mpa). Ini masuk kategori bata beton mutu A sesuai standar SNI 03-0691-1996. Dengan kata lain, paving block dari slag nikel Vale Indonesia layak untuk jalan umum ataupun infrastruktur desa.
Selain di Desa Tabarano, paving block berbahan slag nikel Vale juga telah dipasang sebanyak 500 unit di jalur pejalan kaki di Perkantoran Enggano pada project IGP Sorlim.
Sepanjang 2024, Vale mencatat pemanfaatan 377.964 ton slag sebagai material konstruksi dan lapisan jalan tambang. Jika digabung dengan pemanfaatan material sirkular lain seperti reject dryer, totalnya bahkan mencapai lebih dari 5 juta wet metric tonne (wmt).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya