Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas Lingkungan Berkelanjutan Pergubi Arusutamakan Isu Iklim dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi

Kompas.com, 27 Oktober 2025, 19:00 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Untuk merespons krisis iklim yang semakin nyata di Indonesia, Persatuan Guru Besar Indonesia (Pergubi) sepakat membentuk Satgas Lingkungan Berkelanjutan sebagai gerakan keilmuan nasional yang berbasis sains dan tanggung jawab moral.

Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan Ketua Umum Pergubi Prof. Gimbal Doloksaribu, bersama Prof. Hoga Saragih dan Prof. Rudy Harjanto dari LSPR Institut Komunikasi dan Bisnis, pada Kamis (23/09/2025).

Diskusi para guru besar tersebut menyoroti isu global perubahan iklim dan peran penting yang harus diambil oleh ilmuwan di Indonesia.

Prof. Rudy menekankan, perubahan iklim menjadi ancaman nyata yang mempengaruhi pangan, air, kesehatan, budaya, dan masa depan generasi. Sebagai negara kepulauan yang sangat rentan, Indonesia menghadapi berbagai dampak seperti gelombang panas, naiknya permukaan laut, dan kekeringan.

Menanggapi kondisi ini, para akademisi berpendapat bahwa keilmuan tidak boleh hanya menjadi pengamat. Prof. Hoga menambahkan, tanpa dasar ilmu yang kuat, aksi penanganan iklim hanya akan menjadi slogan belaka.

Satgas yang dibentuk di bawah Pergubi diharapkan menjadi garda depan perubahan, bertindak berdasarkan data ilmiah, nilai kemanusiaan, dan komitmen terhadap bumi.

“Perubahan iklim bukan sekadar statistik atau grafik, tapi menjadi jantung kehidupan, pangan, air, kesehatan, budaya, dan masa depan anak cucu kita,” ujar Prof. Rudy.

Sebagai negara kepulauan dengan kekayaan hayati dan budaya luar biasa, Indonesia berada di garis depan krisis iklim. “Gerakan ilmiah harus hadir di garis depan perubahan. Tanpa ilmu, aksi iklim hanya akan menjadi slogan,” tegas Prof. Hoga.

Baca juga: Ilmuwan Sebut Pohon Pisang Bisa Jadi Kunci Atasi Perubahan Iklim

Satgas Lingkungan Berkelanjutan akan berperan sebagai ruang koordinasi dan advokasi ilmiah untuk mendukung komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement dan Sustainable Development Goals (SDG) 13 Climate Action.

Arusutamakan isu perubahan iklim dalam tri dharma

Persatuan Guru Besar Indonesia (Pergubi) sepakat membentuk Satgas Lingkungan Berkelanjutan sebagai gerakan keilmuan nasional yang berbasis sains dan tanggung jawab moral (23/09/2025).DOK. PERGUBI Persatuan Guru Besar Indonesia (Pergubi) sepakat membentuk Satgas Lingkungan Berkelanjutan sebagai gerakan keilmuan nasional yang berbasis sains dan tanggung jawab moral (23/09/2025).

Melalui wadah ini, para guru besar akan mengarusutamakan isu perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan tinggi, penelitian strategis, serta pengabdian masyarakat.

Menurut para guru besar, perubahan iklim bukan semata urusan ahli lingkungan. Isu ini juga merambah bidang teknologi, hukum, ekonomi, sosial, hingga budaya.

Bagi Prof. Gimbal, aspek budaya pun memiliki peran krusial. “Perubahan iklim juga mengancam warisan sosial-budaya kita: dari sistem pangan tradisional hingga kearifan lokal. Ini bukan sekadar tentang bertahan, tapi tentang menjaga jati diri bangsa,” kata Prof. Gimbal.

Karena itu, Satgas Lingkungan Berkelanjutan akan memperkuat jejaring kolaboratif antara kampus, pemerintah, masyarakat sipil, dan dunia usaha.

Lebih jauh lagi, satgas ini diharapkan memperkuat diplomasi sains Indonesia di tingkat global, menjadikan Indonesia bukan hanya negara terdampak, tetapi juga pemimpin moral dan ilmiah dalam aksi iklim dunia.

Beberapa langkah awal yang disepakati dalam pembentukan Satgas Lingkungan Berkelanjutan meliputi pembentukan Tim Inisiatif Guru Besar sebagai penggerak utama gerakan ilmiah ini.

Selanjutnya, dilakukan penyusunan Rencana Aksi Kerja Lima Tahun (Satgas Climate & Sustainability Roadmap) sebagai panduan strategis dalam menjalankan program-program keberlanjutan.

Satgas juga akan menjalin kemitraan strategis untuk memperkuat jejaring dan kredibilitas ilmiah di tingkat nasional maupun global, seperti dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), United Nations Environment Programme (UNEP), serta UNESCO.

Baca juga: Nyamuk Muncul di Islandia, Tanda Nyata Dampak Perubahan Iklim

Selain itu, direncanakan pengembangan Climate Knowledge Hub yang berfungsi sebagai pusat pengetahuan ilmiah dan literasi publik nasional terkait perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan.

“Aksi terhadap perubahan iklim adalah keharusan ilmiah sekaligus moral; bukan pilihan, melainkan tanggung jawab,” pungkas Prof. Rudy.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau