Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering

Kompas.com, 20 November 2025, 08:01 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Penelitian baru mengungkapkan bahwa kita harus bersiap untuk berhadapan dengan gelombang panas yang lebih sering dan mematikan di masa depan saat dunia makin lama menunda tercapainya target nol bersih.

Dalam studi ini, peneliti menggunakan pemodelan iklim dan superkomputer untuk mempelajari bagaimana gelombang panas akan merespons selama 1000 tahun ke depan setelah dunia mencapai nol emisi karbon bersih.

Peneliti kemudian memilih rentang tanggal antara tahun 2030 hingga 2060 dan menghitung perbedaan jangka panjang gelombang panas untuk setiap penundaan lima tahun dalam mencapai nol bersih.

Temuannya adalah gelombang panas terbukti secara sistematis menjadi lebih panas, lebih lama, dan lebih sering seiring waktu nol bersih ditunda. Gelombang panas bahkan dapat diperburuk oleh pemanasan jangka panjang di Samudra Selatan bahkan setelah nol bersih tercapai.

Baca juga: Awas, Gelombang Panas Ternyata Bisa Bikin Tubuh Lebih Cepat Tua

Melansir Phys, Senin (17/11/2025) sebagian besar tren dalam data menunjukkan tidak ada penurunan selama keseluruhan 1.000 tahun dari setiap simulasi, yang menunjukkan bahwa gelombang panas tidak kembali ke kondisi pra-industri bahkan ketika emisi nol bersih tercapai, setidaknya selama satu milenium.

Beberapa wilayah bahkan menunjukkan gelombang panas dengan tingkat keparahan yang meningkat secara signifikan ketika nol bersih terjadi pada tahun 2050 atau setelahnya.

Di semua skenario, semakin lama nol bersih ditunda, semakin tinggi kejadian gelombang panas yang jarang terjadi dan ekstrem dalam sejarah.

Hal ini menjadi masalah bagi negara-negara yang lebih dekat dengan khatulistiwa, yang umumnya lebih rentan.

Penelitian ini menunjukkan pentingnya mencapai nol bersih global paling lambat pada tahun 2040 untuk meminimalkan tingkat keparahan gelombang panas di masa mendatang.

"Penelitian kami menantang keyakinan umum bahwa kondisi setelah nol bersih akan mulai membaik untuk generasi mendatang," papar Profesor Sarah Perkins-Kirkpatrick dari Australian National University, penulis utama makalah ini.

Baca juga: Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an

"Meskipun hasil kami mengkhawatirkan, ini memberikan gambaran penting tentang masa depan jangka panjang, yang memungkinkan langkah-langkah adaptasi yang efektif dan permanen untuk direncanakan dan diimplementasikan. Sangat penting juga bagi kita untuk membuat kemajuan pesat menuju nol bersih permanen," katanya lagi.

Dr. Andrew King dari University of Melbourne, salah satu penulis makalah ini menambahkan investasi dalam infrastruktur publik, perumahan, dan layanan kesehatan untuk menjaga masyarakat tetap sejuk dan sehat selama cuaca panas ekstrem kemungkinan besar akan berbeda dalam hal skala, biaya, dan sumber daya yang dibutuhkan saat target nol bersih tercapai lebih awal dan lebih lambat.

Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Environmental Research: Climate.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi,  Peluang 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, Peluang 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
LSM/Figur
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
BUMN
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Pemerintah
CELIOS: RI Terlalu 'Jualan' Hutan dan Laut di KTT COP30
CELIOS: RI Terlalu "Jualan" Hutan dan Laut di KTT COP30
LSM/Figur
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Pemerintah
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
LSM/Figur
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Pemerintah
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Pemerintah
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Pemerintah
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
LSM/Figur
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
LSM/Figur
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Pemerintah
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
BrandzView
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Pemerintah
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau