JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengizinkan masyarakat memanfaatkan gelondongan kayu yang terbawa arus banjir Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. Gelondongan kayu tersebut saat ini menumpuk di ketiga provinsi itu.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kemenhut, Laksmi Wijayanti mengatakan, kayu tersebut bisa dijadikan material pembangunan rumah, fasilitas, ataupun sarana prasarana.
Baca juga:
Laksmi menuturkan, kebijakan pemanfaatan kayu tercantum dalam edaran Ditjen PHL pada Senin (8/12/2025) terkait Pemanfaatan Kayu Hanyut untuk Pemulihan Pasca Bencana Banjir yang ditujukan bagi tiga gubernur di wilayah terdampak banjir.
“Kami kembali menegaskan bahwa pemanfaatan kayu hanyutan dilakukan semata-mata untuk penanganan darurat bencana, rehabilitasi, dan pemulihan pascabencana. Ini adalah langkah kemanusiaan, untuk membantu masyarakat bangkit kembali,” kata Laksmi dalam keterangannya, Senin (22/12/2025).
BANJIR SUMATERA: Petugas Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Aceh mengambil sampel kayu gelondongan yang terbawa arus luapan Sungai Tamiang, di area pasantren Islam Terpadu Darul Mukhlishin, Desa Tanjung Karang, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (19/12/2025). Kemenhut telah mengirim tim verifikasi dan membentuk tim investigasi gabungan bersama Polri untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang ditemukan pascabencana banjir di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Provinsi Aceh. Menurut Laksmi, pemanfaatan kayu yang terbawa banjir tetap harus mematuhi ketentuan hukum agar tak disalahgunakan.
Kemenhut lantas memastikan seluruh proses berjalan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Kayu hanyutan dapat dikategorikan sebagai kayu temuan. Karena itu, pengelolaannya harus tetap menjunjung prinsip legalitas, ketelusuran, dan keterlacakan," jelas Laksmi.
Laksmi menyampaikan, Kemenhut telah menghentikan sementara pemanfaatan dan pengangkutan kayu bulat untuk mencegah penebangan liar atau pencucian kayu. Penyaluran dan pemanfaatan kayu hanyutan dilakukan secara terpadu dan diawasi ketat.
Selain itu, pihaknya bekerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta aparat penegak hukum agar kebijakan tersebut tepat sasaran.
Baca juga:
Warga korban bencana banjir dan tanah longsor berjalan di antara gelondongan kayu di Kelurahan Huta Nabolon, Kecamatan Tukka,Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Minggu (7/12/2025). Bencana banjir dan tanah longsor di wilayah tersebut menyebabkan terputusnya akses keluar masuk warga di empat desa, sehingga warga kesulitan mendapatkan bantuan terutama beras, air bersih dan obat-obatan, serta berpotensi longsor susulan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nzWakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki menyatampaikan, tim gabungan tengah berupaya membersihkan gelondongan kayu pasca-banjir Sumatera.
Dia mencatat, sejauh ini pembersihan material kayu di pesisir Padang, Sumatera Barat, dimulai sejak Minggu (21/12/2025) dengan melibatkan delapan alat berat dan partisipasi masyarakat. Targetnya dalam empat hari ke depan material kayu sekitar pantai dapat dibersihkan secara tuntas.
“Ada delapan excavator yang sudah turun, silakan diatur di mana yang perlu menggunakan tenaga excavator terutama yang kayu-kayu berukuran besar, terima kasih juga kepada masyarakat yang sudah terlibat dalam pembersihan,” ucap Rohmat dalam rapat koordinasi, Minggu.
Rohmat juga meminta agar kayu yang dibersihkan dapat dialokasikan dengan tepat.
“Silakan diatur dan alokasikan kayu-kayu yang dibersihkan ini, mana yang buat dibuang ke TPA mana yang bisa digunakan untuk membantu pembangunan hunian sementara bagi para korban banjir," imbuh dia.
Baca juga: Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Suasana pemukiman warga di Desa Garoga, Batang Toru, Sumatera Utara, pada Kamis (4/12/2025) yang masih dipenuhi tumpukan kayu dan pohon pascabanjir.Sementara itu, pengangkutan kayu di Aceh Tamiang terpusat pada kawasan Pesantren Darul Muchsin dengan rencana pengoperasian delapan unit ekskavator.
Berdasarkan pengukuran drone, luas tumpukan kayu mencapai dua hektar dengan ketinggian hingga empat meter dan volume 80.000 meter kubik.
Rohmat memperkirakan, pekerjaan ini membutuhkan waktu selama tujuh hari. Polri juga menambahkan dukungan satu kompi personel Brimob.
Ia pun memastikan koordinasi dengan pemerintah kabupaten setempat terkait pemanfaatan kayu akan diperkuat, agar bisa digunakan kembali oleh warga.
Pembersihan material kayu di Sungai Garoga, Sumatera Utara, berjalan hampir 20 hari dan menyisakan 20 persen dari kondisi awal. Meski demikian, tantangan akses menuju lokasi memperlambat kedatangan alat berat.
Tim gabungan Kememhut, TNI, dan Polri dikerahkan untuk normalisasi sungai, pembangunan jembatan darurat, serta pembersihan rumah warga dan fasilitas umum.
"Terkait kayu yang masih ada di hulu Sungai Garoga, saya minta UPT terbangkan drone untuk melihat itu, cari kemungkinan akses untuk menjangkau itu, kayu-kayu itu harus dicacah untuk mengurangi potensi terjangan kayu terbawa air sungai jika curah hujan kembali meningkat,” jelas Rohmat.
Dia merincikan tiga prioritas di Garoga yakni pembersihan di hilir, pemantauan titik longsoran di hulu, serta pemberian peringatan dini kepada masyarakat terkait potensi banjir susulan dengan kayu-kayu di hulu yang masih banyak.
Terakhir, di Aceh Utara tiga alat berat dikerahkan guna membersihkan masjid utama agar bisa digunakan lagi. Kemenhut berencana menambah tujuh alat berat di lokasi.
Baca juga: Viral Kayu Gelondongan Hanyut Saat Banjir, Kemenhut Telusuri Asalnya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya