KOMPAS.com - Sebanyak 12 provinsi ditetapkan sebagai wilayah prioritas penurunan stunting di Indonesia oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Ke-12 provinsi tersebut terdiri atas tujuh provinsi dengan prevalensi stunting di atas 30 persen dan lima provinsi berpopulasi tinggi.
Deputi Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam diskusi daring pada Senin (26/7/2023) menuturkan, ke-12 provinsi tersebut menjadi perlu diinkubasi agar angka stuntingnya menurun.
Baca juga: Dua Komponen Intervensi Spesifik Stunting Lampaui Target
"Ini adalah wilayah-wilayah yang perlu diinkubasi agar angkanya turun, sehingga dampaknya secara nasional juga turun," kata Sukaryo, sebagaimana dilansir Antara.
Tujuh provinsi dengan prevalensi stunting di atas 30 persen yaitu Nusa Tenggara Timur, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Selatan.
Sedangkan lima berpopulasi tinggi yang menjadi prioritas penurunan stunting adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, dan Sumatera Utara.
Khusus wilayah berpopulasi tinggi yang menjadi prioritas penurunan stunting, Sukaryo menuturkan angka absolut di sana juga tinggi.
Baca juga: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Jadi Salah Satu Cara Cegah Stunting
"Jadi, ke-12 wilayah inilah yang menjadi kesepakatan bersama diprioritaskan untuk percepatan penurunan stunting," ungkap Sukaryo.
Sukaryo menjelaskan bahwa beberapa tahun belakangan, koordinasi yang terbangun antara kementerian dan lembaga terbilang sangat baik.
Permasalahan stunting, ucapnya, telah menjadi prioritas yang harus disukseskan karena berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Kami juga melakukan evaluasi, paling tidak setahun dua kali dan memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah yang memiliki praktik baik. Misalnya Kota Surabaya yang mendapatkan penghargaan dari wakil presiden," papar Sukaryo.
Baca juga: Apa Saja Penyebab Utama Stunting?
Sukaryo berujar, BKKBN memiliki infrastruktur di lapangan berupa tim pendamping keluarga sebanyak 600.000 personel berbasis relawan yang terbagi atas 200.000 tim yang meliputi bidan, tim Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan kader Keluarga Berencana (KB).
Tugas mereka, kata Sukaryo, adalah memberikan pendampingan dalam penyuluhan, memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan pelayanan, memantau, serta memastikan program bantuan pemerintah pusat dan daerah sampai dengan baik.
"Selain itu, tiga komponen ini juga melakukan update data keluarga-keluarga yang terdeteksi kecenderungan stunting," ungkap Sukaryo.
"Kekuatan ini luar biasa. Kami hanya melatih, dukungan diberikan oleh pemerintah daerah, dan fungsi mereka sangat dekat dengan keluarga," sambungnya.
Baca juga: Investasi Kader Kesehatan Jadi Kunci Menekan Stunting, 90 Persen Belum Terlatih
Di satu sisi, Sukaryo mengakui bahwa penyelesaian permasalahan keterlambatan pertumbuhan pada anak-anak di setiap daerah yang memiliki perbedaan karakter.
Akan tetapi, dia menilai bahwa secara umum intervensi tetap dilakukan melalui dua pendekatan yaitu spesifik dan sensitif.
Pendekatan spesifik berkaitan dengan pemberian makanan tambahan pada anak-anak, mencegah anak-anak menjadi sakit, dan sebagainya.
Sedangkan pendekatan sensitif, berkaitan dengan faktor-faktor yang ada di lingkungan setempat misalnya kemiskinan, sanitasi yang baik, budaya setempat, dan sebagainya.
Baca juga: Cegah Stunting, Dana Desa Dapat Digunakan Penguatan Posyandu
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya