JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan masyarakat dan perempuan pesisir serta pelestari ekosistem pesisir dan laut dari 12 provinsi yang berasal dari Sumatera hingga Maluku Utara berkumpul di Jakarta.
Mereka mengikuti dan terlibat aktif dalam simposium masyarakat dan perempuan pesisir yang diselenggarakan sejak 18 Desember 2023.
Mereka mendesak Pemerintah pimpinan Joko Widodo, termasuk calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), untuk mengevaluasi dan mencabut berbagai peraturan perundangan yang tidak melindungi masyarakat dan perempuan pesisir serta melindungi ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil.
Di antara peraturan perundangan yang harus dievaluasi dan dicabut adalah UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU IKN, PP Penangkapan Ikan Terukur, dan PP Pengelolaan Sedimentasi di Laut.
Mereka juga mendesak dilakukannya evaluasi dan mencabut beragam proyek pembangunan yang merampas ruang hidup masyarakat dan perempuan pesisir, terutama proyek pembangunan yang dipayungi oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil di Indonesia.
Baca juga: Hari Ibu, Bayer Gagas Kampanye Perempuan Berdaya, Indonesia Maju
Desakan lainnya adalah menjadikan agenda utama perlindungan masyarakat dan perempuan pesisir serta keadilan iklim dalam perencanaan tata ruang laut, dan pada saat yang sama mengevaluasi tata ruang laut yang terdapat dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Berikutnya, untuk segera menyusun skema perlindungan dan pemberdayaan nelayan sebagaimana diamanatkan oleh UU 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.
Mereka juga mendesak untuk segera memasukkan RUU Keadilan Iklim sebagai agenda utama untuk disahkan, sekaligus mendukung upaya-upaya masyarakat untuk memulihkan ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil dari dampak krisis iklim yang semakin parah.
Lebih dari itu, mereka ingin pemerintah memastikan perlindungan masyarakat dan perempuan, kedaulatan pangan di pesisir, laut, dan pulau kecil serta keadilan iklim masuk ke dalam RPJPN 2025-2045 serta RPJMN 2025-2029.
Selain itu, Pemerintah harus memastikan perlindungan bagi para pejuang lingkungan, khususnya nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil, serta perempuan nelayan, dari ancaman kriminalisasi karena selama ini telah terbukti menjaga pesisir, laut, dan pulau kecil.
Untuk diketahui, simposium masyarakat dan perempuan pesisir yang diselenggarakan berpijak pada empat momentum penting.
Baca juga: Dicari Wirausaha Perempuan, Garap Proyek Tenaga Surya Berhadiah 15.000 Dollar AS
Pertama, mengevaluasi sepuluh tahun perjalanan pemerintahan Indonesia pimpinan Joko Widododalam mengelola sumber daya pesisir dan laut serta perlindungan nelayan sekaligus perempuan nelayan.
Kedua, menyuarakan kepentingan lebih dari 8 juta masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan perempuan nelayan yang terkait dengan keadilan iklim pasca penyelenggaraan COP 28 di Dubai.
Ketiga, mengonsolidasikan kepentingan masyarakat dan perempuan pesisir dan menyampaikannya kepada publik dalam perhelatan pemilihan presiden dan calon presiden 2024-2029.
Keempat, mengonsolidasikan gagasan masyarakat dan perempuan pesisir untuk mengarusutamakan keadilan iklim, kedaulatan pangan di pesisir, laut, dan pulau kecil, ke dalam RPJPN 2025-2045 serta RPJMN 2025-2029.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya