Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/04/2023, 09:24 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tindak kekerasan fisik yang dilakukan ayah kandung dengan dalih untuk kedisiplinan anak merupakan kesalahan fatal dalam pengasuhan anak.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan, karakter kedisiplinan anak tidak dapat dicapai dengan bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak.

“Dalam membentuk dan memupuk kedisiplinan anak, kita sebagai orang tua tidak boleh melakukannya dengan bentuk kekerasan terhadap anak karena hal tersebut dapat meninggalkan luka dan traumatis yang mendalam pada anak,” ujar Nahar, Senin (3/4/2023).

Nahar menanggapi kasus ayah kandung memukuli anaknya dengan potongan kayu setelah mendapat laporan dari guru tentang perbuatan anaknya di sekolah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.

Baca juga: 6 Cara Mengajarkan Anak Puasa Ramadhan sejak Dini

Guru tersebut melaporkan korban yang berusia 10 tahun itu, mengotori atau menghamburkan buku di dalam kantor sekolah dan mencoret dinding menggunakan tinta printer. Karena malu, ayahnya lantas memukuli korban sebagai bentuk hukuman di depan isteri dan teman anak-anaknya.

"Kami mendesak agar tidak ada lagi segala bentuk kekerasan dengan alasan untuk mendidik anak. Sangat penting untuk meluruskan persepsi orang tua yang keliru, yang menganggap tindakan kekerasan untuk kedisiplinan anak wajar dan boleh dilakukan. Menghukum anak dengan tindakan kekerasan tidak bisa dianggap lumrah,” tutur Nahar.

KemenPPPA memastikan terus mengawal upaya penanganan kasus yang dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak dan keluarga oleh Polsek Poleang, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bombana, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bombana, Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) dan aparat desa.

Pelaku dalam surat pernyataannya berjanji, tidak akan mengulang perbuatannya dan bersedia menerima hukuman apabila kembali melakukan tindakan kekerasan. Dalam proses ini juga penting untuk memastikan kondisi kejiwaan pelaku.

KemenPPPA telah berkoordinasi dengan DP3A Kabupaten Bombana dan UPTD PPA Kabupaten Bombana untuk memastikan kondisi korban secara fisik dan psikis.

Tim UPTD PPA Bombana segera memberikan layanan penjangkauan kembali ke rumah korban untuk mengetahui secara langsung kondisi terkini terhadap korban.

KemenPPPA memberi perhatian terhadap kondisi psikis korban sebab kekerasan berdampak terhadap mental korban. Kekerasan yang dialami anak dapat menimbulkan trauma korban karena itu harus mendapatkan layanan pendampingan dan pemulihan dari konselor.

Kekerasan terhadap anak baik secara fisik atau psikologis, dengan alasan mendidik atau untuk membuat anak disiplin menjadi salah satu kekerasan yang masih terjadi.

Pelakunya orang dekat korban, antara lain orang tua dan guru. Anak usia 1-14 tahun paling rentan mendapatkan kekerasan fisik ini.

KemenPPPA mengingatkan orang tua untuk mendidik anak dengan penuh cinta kasih, pola pengasuhan positif, memperhatian segala hak-haknya, serta mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Masyarakat dapat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapati atau menemui kasus kekerasan terhadap anak ataupun perempuan di sekitarnya. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali.

KemenPPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melaporkannya kepada SAPA 129 KemenPPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com