KOMPAS.com - Gurun Sahara adalah gurun terluas di dunia yaitu sekitar 9 juta kilometer (km) persegi yang terletak di Benua Afrika, tepatnya Afrika Utara.
Gurun Sahara juga mendapat sinar matahari yang berlimpah karena karena terletak tepat di bawah garis balik utara dan tidak pernah terbentuk awan di sana, sehingga sinar matahari tidak pernah terhalangi.
Dengan luas yang begitu besar dan paparan sinar matahari yang banyak, potensi energi surya yang bisa dipanen sangat tinggi.
Menurut perkiraan NASA, setiap meter persegi Gurun Sahara menerima rata-rata antara 2.000 hingga 3.000 kilowatt-jam (kWh) energi matahari per tahun.
Profesor Intelligent Engineering Systems dari Nottingham Trent University Amin Al-Habaibeh menulis di The Conversation bahwa potensi energi surya di Gurun Sahara sangat besar.
Baca juga: Cara Coldplay Wujudkan Konser Ramah Lingkungan: Pasang Panel Surya hingga Pakai Pesawat Carter
Dengan luas sekitar 9 juta kilometer persegi, total potensi energi matahari di Gurun Sahara lebih dari 22 miliar gigawatt-jam (GWh) per tahun.
Oleh karena itu, muncul berbagai pertanyaan bagaimana jika seluruh wilayah Gurun Sahara dipasangi panel surya atau pembangkit listrik tenaga surya PLTS.
Bila Gurun Sahara ditutupi panel surya atau (PLTS), akan menghasilkan energi 2.000 kali lebih banyak daripada pembangkit listrik terbesar di dunia, yang menghasilkan hampir 100.000 GWh per tahun.
Gurun Sahara berpotensi menghasilkan lebih dari 7.000 kali kebutuhan listrik Eropa, dengan hampir tidak ada emisi karbon. Terlebih lagi, Gurun Sahara juga sangat dekat dengan Eropa.
Al Habaibeh menuturkan, panel surya dapat langsung dimanfaatkan untuk dipasang di Gurun Sahara untuk memanen energi matahari di sana menjadi energi listrik.
Akan tetapi, kelemahan panel surya adalah ketika panel menjadi terlalu panas, efisiensinya menurun.
Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Energi Surya
Panel surya tidak ideal di wilayah ketika mana suhu musim panas dapat mencapai 45 derajat Celcius bahkan di tempat teduh sekali pun.
Kendati demikian, sejumlah peneliti mengkhawatirkan efek jangka panjang bila Gurun Sahara ditutupi oleh panel surya untuk memanen energi matahari di sana.
Peneliti Geografi Fisik dari Universitas Lund Zhengyaou Lu dan Direktur Penelitian di Hawkesbury Institute for the Environment Western Sydney University Benjamin Smith menulis bahwa dari semua sinar matahari yang diserap, panel surya hanya mengubah sekitar 15 persennya yang kemudian diubah menjadi listrik.
Sisanya dikembalikan ke lingkungan sebagai panas, kata kedua ilmuwan tersebut dalam tulisannya di The Conversation.
Panel surya biasanya jauh lebih gelap daripada tanah yang mereka tutupi. Sehingga, pemasangan panel yang sangat luas akan menyerap banyak sinar matahari dan memantulkannya ke atmosfer sebagai panas.
Baca juga: Bagaimana Pembangkit Listrik Tenaga Surya Ditemukan?
Jika panel surya berskala sangat besar dibangun di Gurun Sahara, dikhawatirkan panas yang terbuang ke atmosfer dari panel surya akan sangat banyak. Hal ini memiliki efek regional, bahkan global, pada iklim.
Menurut permodelan yang dibuat Zhengyaou dan Smith, jika 20 persen saja wilayah Gurun Sahara ditutupi panel surya, dampaknya sudah terasa.
Panas yang dipancarkan kembali oleh panel surya menciptakan perbedaan suhu yang yang ekstrem antara daratan dan lautan di sekitarnya.
Hal ini dapat menurunkan tekanan udara permukaan dan menyebabkan udara lembab naik dan mengembun menjadi tetesan hujan.
Curah hujan di Sahara akan meningkat dan membuat wilayah itu menjadi hijau. Namun, ada efek yang tidak diinginkan di berbagai belahan bumi.
Baca juga: Dukung Energi Bersih, Pakuwon Pasang PLTS di Empat Mal
Memasang PLTS di 20 persen Gurun Sahara, menurut permodelan Zhengyaou dan Smith, akan meningkatkan suhu lokal di gurun sebesar 1,5 derajat celsius.
Jika kapasitasnya dinaikkan menjadi 50 persen, suhu di Gurun Sahara akan naik 2,5 derajat celsius.
Pemanasan di gurun ini dapat menyebar ke seluruh dunia oleh atmosfer dan pergerakan laut, meningkatkan suhu rata-rata dunia sebesar 0,16 derajat celsius untuk cakupan 20 persen dan 0,39 derajat celsius untuk cakupan 50 persen.
Kenaikan suhu global akibat pemanasan di Gurun Sahara tidak seragam.
Daerah kutub akan lebih hangat daripada daerah tropis, meningkatkan hilangnya es laut di Kutub Utara.
Peningkatan panas di Gurun Sahara juga mengatur ulang sirkulasi udara dan laut global yang memengaruhi pola curah hujan di seluruh dunia.
Baca juga: Gandeng SUN Terra Bangun PLTS, ITSB Canangkan Kampus Hijau Energi Mandiri
Model yang dibuat Zhengyaou dan Smith juga memprediksi siklon tropis lebih sering menghantam pantai Amerika Utara dan Asia Timur.
Bahkan, ada beberapan perubahan iklim regional di bawah skenario pengembangan PLTS di Gurun Sahara.
Kendati demikian, masih ada beberapa komponen yang belum dikuak oleh permodelan yang dibuat oleh dua ilmuwan tersebut.
Memasang panel surya di Gurun Sahara memang dapat membantu transisi energi dan emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Akan tetapi studi lanjutan mengenai dampaknya seperti yang dilakukan Zhengyaou dan Smith menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan berbagai efek terhadap atmosfer, lautan, dan permukaan bumi.
Baca juga: Daftar Negara dengan PLTS Terbanyak, China Juaranya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya