Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal BGSi, Inisiatif Anak Bangsa Deteksi Penyakit Masa Depan

Kompas.com - 02/07/2023, 11:06 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus melakukan transformasi kesehatan pilar keenam yakni transformasi teknologi kesehatan dengan memanfaatkan informasi genomik manusia, virus, dan bakteri.

Salah satu upaya itu adalah dengan menginisiasi lahirnya Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) yang mendorong pemanfaatan data genomik (informasi genetik) sehingga dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit secara tepat dan akurat.

Dengan kata lain dapat meningkatkan kualitas hidup orang per orang dengan pembiayan kesehatan yang lebih efektif dan efisien

Baca juga: Tips Mencegah Penyakit ISPA di Tengah Kualitas Buruk Udara Jakarta

Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan L Rizka Andalusia menuturkan, selama masa Pandemi Covid 19 Pemeriksaan genomik ini dikenal sebagai pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS).

Rizka mengeklaim, BGSi adalah teknologi terbaru yang dapat membaca informasi genetik manusia, sehingga dapat diketahui pasti jenis penyakit, lokasi penyakit, dan siapa yang sakit.

"Dengan demikian pencegahan pengobatannya pun nanti akan cepat dan tepat,'' kata Rizka, sebagaimana dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, Minggu (2/7/2023).

Dia menambahkan semakin cepat penyakit terdeteksi, risiko penularan kepada orang lain dan masyarakat bisa ditekan.

Contohnya, salah satu penyakit yang masih menjadi masalah sejak lama adalah TBC. Di Indonesia, kasus TBC cenderung meningkat dari tahun ke tahun, walaupun berbagai upaya sudah dilakukan.

Per tahun 2022, sebanyak 824.000 orang menderita TBC dan diperkirakan 93.000 orang meninggal setiap tahunnya.

Baca juga: Ibu dan Anak Terpaksa Jadi Perokok Pasif, Berbagai Penyakit Mengintai

Tentu saja, langkah cepat dan tepat diperlukan untuk pencegahan, diagnosis dan perawatan guna menekan kasus TBC utamanya kasus TBC Resisten Obat yang juga terlihat ada peningkatan.

Rizka menjelaskan, kuman Tuberkulosis yang beredar ini mulai resisten terhadap antibiotik yang ada sehingga dokter perlu tahu, kecocokan dan kombinasi obat untuk pasien yang bersangkutan.

"Kalau resisten obat, kan harus menumbuhkan kuman TBC di laboratarium, dan di Indonesia laboratorium yang bisa melakukan penumbuhan kuman itu sangat terbatas, tidak semua lab yang bisa, saat ini baru 12 Lab yang bisa,'' ungkapnya.

Nah, keterbatasan jumlah laboratorium inilah yang dapat berdampak pada waktu pengobatan pasien yang lebih lama. Karena bila daerah tempat tinggal pasien tidak ada lab, maka harus dikirim ke daerah lain.

Dengan adanya WGS akan memangkas waktu tersebut lebih cepat, sehingga pengobatan bisa segera diberikan.

''Sekarang dengan menggunakan pendekatan pemeriksaan ini kita bisa memutus rantai yang tadinya membutuhkan waktu empat minggu, dalam waktu sehari bisa dapat informasi bahwa kumannya itu punya kemungkinan resisten terhadap obat TBC yang ada,'' terang Rizka.

Baca juga: Berbagai Bahaya Akibat BAB Sembarangan, dari Penyakit hingga Stunting

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau