KOMPAS.com – Pada Senin 3 Juli 2023, Bumi mengalami hari terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan dilakukan menurut laporan badan prediksi lingkungan AS, National Centers for Environmental Prediction (NCEP).
NCEP melaporkan, suhu rata-rata di seluruh dunia mencapai 17,01 derajat celsius. Rekor hari terpanas sebelumnya terpecahkan pada Agustus 2016 di mana suhu rata-rata di seluruh dunia 16,92 derajat celsius.
Rekor hari terpanas yang kembali terpecahkan pada tahun ini tak lepas dari dampak pemanasan global yang semakin parah.
Baca juga: Eropa Jadi Benua yang Menghangat Paling Cepat karena Pemanasan Global
Ditambah lagi, terjadi fenomena El Nino di mana suhu permukaan laut di Samudera Pasifik menghangat, sebagaimana dilansir Earth.org.
Dua kombo tersebut dalam jangka pendek dikhawatirkan memicu gelombang panas yang lebih parah dan membuat rata-rata suhu global makin menghangat.
Para ilmuwan meyakini bahwa pemanasan global yang semakin parah disebabkan oleh lepasnya emisi gas rumah kaca (GRK) yang tak terkendali.
Dalam laporan iklim komprehensif terakhir yang diterbitkan pada Mei, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia adalah konsekuensi dari lepasnya banyak emisi GRK selama lebih dari sebadad lalu.
Baca juga: Perbedaan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Sumber-sumber emisi GRK berasal dari penggunaan energi fosil, perubahan penggunaan lahan, gaya hidup, pola konsumsi, dan pola produksi.
Konsumsi energi fosil global meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 50 tahun terakhir, karena negara-negara di seluruh dunia berambisi meningkatkan standar hidup perekonomian.
Pada 1971, dunia mengkonsumsi sekitar 4 miliar metrik ton minyak. Pada 2018, jumlahnya melampaui 8 miliar metrik ton.
Pada Mei, level karbon dioksida di atmosfer mencapai 424 parts per million (ppm), menurut badan atmosfer dan kelautan AS, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Baca juga: Darat dan Lautan Catatkan Rekor Terhangat, Upaya Perlawanan Pemanasan Global Dipertanyakan
Level tersebut adalah yang tertinggi yang pernah tercatat dan lebih dari 50 persen lebih tinggi dari tingkat pra-industri.
Dilansir dari Reuters, beberapa kota dan negara telah merasakan dampaknya akibat Bumi yang makin panas karena pemanasan global yang tak terkendali.
Pada Juni, ibu kota China, Beijing, mencatatkan suhu yang sangat panas. Selain itu, gelombang panas ekstrem juga melanda AS.
Beberapa bagian di Amerika Utara mengalami kenaikan suhu di atas rata-rata musiman bulan ini.
Baca juga: Bagaimana Limbah Makanan Memperparah Perubahan Iklim dan Pemanasan Global?
Sebelumnya, World Meteorological Organization (WMO) memprediksi suhu Bumi bakal lebih sering melampaui ambang batas 1,5 derajat celsius dalam lima tahun ke depan.
WMO menyebutkan dalam rilisnya pada Mei bahwa ada kemungkinan 66 persen bahwa rata-rata suhu global dalam satu tahun antara 2023 hingga 2027 akan lebih dari 1,5 derajat celsius.
Selain itu ada kemungkinan 98 persen persen bahwa setidaknya satu tahun dari lima tahun ke depan akan menjadi tahun terpanas.
Tidak melampaui 1,5 derajat celsius adalah ambang batas ambisius yang disepakati dalam Perjanjian Paris pada 2015.
Baca juga: 6 Dampak Mengerikan Mencairnya Es Kutub Akibat Pemanasan Global
Jika suhu Bumi menghangat di atas 2 derajat celsius, bencana yang terjadi akan semakin buruk seperti kekeringan, banjir, serta gelombang panas ekstrem.
Kenaikan suhu Bumi di atas 2 derajat celsius juga mengakibatkan kerawanan pangan, krisis air, serta menyebabkan kemiskinan bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan akhir tahun lalu, PBB memperingatkan bahwa dunia berada di jalur yang tepat untuk menghangat jauh di atas 2 derajat celsius.
Baca juga: 16 Dampak Pemanasan Global Terhadap Dunia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya