KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang menyusun teknis karantina bagi pasien tuberkulosis (TBC) guna memutus rantai penularannya kepada orang sekitar.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
“Merujuk hasil rapat terbatas pemerintah, diusulkan ada karantina pasien TBC supaya memastikan orang yang akan minum obat minimal dua pekan sampai dua bulan berjalan teratur,” kata Nadia, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Tekan Angka Kasus TBC, Phapros Luncurkan Pro TB 2 Daily Dose
Nadia mengatakan, pemerintah menggagas penyediaan fasilitas yang representatif bagi pasien TBC aktif untuk menjamin asupan obat dan gizi seimbang dapat terpenuhi secara teratur.
Bentuk fasilitas karantina yang dipersiapkan merujuk pada Sanatorium TBC yang pernah beroperasi di Indonesia pada zaman Hindia Belanda.
“Nanti kita bikin fasilitas karantina, bisa berbentuk rumah sakit. Dulu ada yang namanya Sanatorium TBC, sifatnya wajib (karantina) selama enam bulan,” ungkap Nadia.
Kemenkes belum menentukan apakah fasilitas karantina yang nanti tersedia bagi pasien TBC bersifat wajib atau pilihan.
Baca juga: Rumah Beratap Asbes Berisiko Tinggi Sebabkan Tuberkulosis
Nadia menyampaikan, tujuan utama dari penyediaan fasilitas karantina adalah menjaga agar infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC tidak menyebar kepada keluarga maupun orang terdekat pasien.
Menurut Nadia, orang dengan TBC memerlukan asupan obat keras secara konsisten. Konsumsi obat berkala selama dua pekan hingga dua bulan dapat menjamin TBC yang diderita lebih terkendali.
Nadia menambahkan, penderita TBC umumnya dialami masyarakat pada level sosial ekonomi rendah, sehingga tidak jarang asupan gizi seimbang tidak terpenuhi karena keterbatasan finansial.
“Misalnya ada orang yang dua pekan atau dua bulan minum obat harus bolak balik jauh dari rumahnya, atau dia pekerja, tapi perusahaannya tidak memberi izin. Jadi kami fasilitasi karantinanya,” tutur Nadia.
Gambaran sederhana dari teknis karantina pasien TBC, kata Nadia, layaknya ketentuan bagi pasien Covid-19 yang berlaku saat pandemi.
Baca juga: Ada Ratusan Ribu Penderita TBC, Jokowi Minta Pemerintah Siapkan Lokasi Karantina Khusus
“Sementara ini teknisnya baru kemarin, teknisnya masih disiapkan dulu apakah (karantina) wajib atau tidak,” ucapnya.
Kemenkes melaporkan, lebih dari 700.000 kasus TBC berhasil terdeteksi pada 2022. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak TBC menjadi program prioritas nasional.
Penyakit TBC di Indonesia dilaporkan menempati peringkat kedua di dunia setelah India, yakni dengan jumlah kasus 969.000 dan kematian 93.000 per tahun atau setara 11 kematian per jam.
Berdasarkan Global TB Report 2022, jumlah kasus TBC terbanyak di dunia pada kelompok usia produktif terutama pada usia 25 sampai 34 tahun.
Di Indonesia, jumlah kasus TBC terbanyak ada pada kelompok usia produktif, di rentang 45 sampai 54 tahun.
Baca juga: Penderita TBC Capai 969.000, Pemerintah Kaji 3 Opsi Vaksin
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya