SEMARANG, KOMPAS.com - Program Desa Mandiri Energi (DME) di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) yang digagas sejak 2012 terus berkembang secara progresif.
Hingga Juni 2023, sudah ada 2.421 desa yang ditetapkan sebagai DME atau 28,2 persen dari total 8.562 desa dan kelurahan di Jateng.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng Boedyo Dharmawan menjelaskan, penghargaan DME diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada desa dan masyarakat yang telah mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) sesuai potensi di wilayah masing-masing.
Baca juga: Pembangkit Listrik EBT Baru Naik 91 MW, Energi Fosil Bertambah 900 MW
“Program DME ini untuk mendorong atau memotivasi partisipasi masyarakat dalam mengembangkan energi terbarukan,” jelas dia saat diwawancari Kompas.com belum lama ini.
Pembagian itu merujuk pada hasil penilaian terhadap sejumlah aspek, seperti pendanaan, pengelolaan atau kelembagaan, persentase pemanfaatan, dampak ekonomi, serta inovasi.
Secara garis besar, sebuah desa akan layak ditetapkan sebagai DME kategori mapan apabila ditemukan jumlah pemanfaat EBT telah meluas, pembangunan infrastruktur EBT termasuk dari swadaya masyarakat, kelembagaan telah berjalan baik, iuran sudah berjalan, dan terdapat inovasi yang dilakukan.
Sementara, DME kategori berkembang memiliki kriteria ada infrastruktur EBT baik itu dari bantuan pemerintah, swasta, atau pihak lain, dan telah terbentuk kelembagaan meski belum berjalan baik.
Sedangkan, DME kategori inisiatif mempunyai ciri pemanfaat EBT masih per individu dan kelembagaan yang belum berjalan baik.
Baca juga: Pembangkit Listrik EBT 2060 Ditarget 700 GW, Capaian 2022 Masih 12,5 GW
Kebanyakan DME di Jateng masih berada pada kategori inisiatif. Angka detailnya sampai Juni 2023, yaitu 25 DME mapan, 158 DME berkembang, dan 2.238 DME inisiatif.
Terkait hal itu, Dinas ESDM Jateng berkomitmen akan berupaya terus menambah jumlah DME ke depan, dan mendorong DME yang telah ada dapat “naik kelas”.
“Masih ada banyak proyek EBT yang belum berjalan dengan baik dan berkelanjutan, terutama pada pengelolaan dalam pemeliharaan. Tantangan transisi energi ini akan coba kami atasi,” ucap Boedyo.
Dia berharap program Desa Mandiri Energi bisa menjadi pintu transisi bagi masyarakat untuk lepas ketergantungan dengan sumber energi fosil dan beralih ke sumber energi ramah lingkungan.
Sumber energi ramah lingkungan yang dia maksud di antaranya, Pembangkit Listrik tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), panas bumi, serta pemanfaatan energi non-listrik, seperti biodiesel, biogas, biomassa, dan gas rawa (biogenic shallow gas).
“Kami ingin mendorong setiap desa bisa mengembangkan EBT sesuai potensi lokal yang dimiliki. Misalnya, di desa itu ada banyak warga punya ternak, ya ayo manfaatkan kotorannya untuk dijadikan biogas. Jika ada aliran air dengan debit cukup, desa bisa kembangkan PLTMH, dan seterusnya,” tutur Boedyo.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya