KOMPAS.com – Siapa pun kepala negara yang menjabat usai pemilihan presiden (pilpres) 2024 didesak untuk menyelamatkan ekosistem hutan bakau alias mangrove.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi publik yang digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional pada 26 Juli 2023.
Petambak udang dari Dipasena, Lampung, yang juga pemulia mangrove, Sutikno Widodo, menyampaikan menjelang pilpres dan pemiluhan umum (pemilu) 2024, presiden mendatang wajib memperhatikan keberlanjutan dan keselamatan ekosistem mangrove.
Baca juga: Nilai Karbon Mangrove Tanjung Punai Rp 104,8 Miliar Belum Tergarap
Menurut Sutikno, ekosistem mangrove menjadi penopang penting sektor perikanan budidaya di Dipasena.
Dia menuturkan, sektor perikanan budidaya menjadi pendorong utama perekonomian di Lampung dibandingkan dengan sektor lain.
“Oleh karena itu, presiden ke depan harus menempatkan budidaya udang yang dikelola oleh masyarakat sebagai sektor strategis,” ucap dilansir dari siaran pers di situs web Walhi.
Sutikno menuturkan, ekosistem mangrove yang menjadi sabuk hijau atau greenbelt tambak udang Dipasena mengalami kerusakan.
Ekosistem mangrove seluas 200 hektare telah hilang akibat abrasi. 400 hektare rusak karena alih fungsi menjadi tambak liar.
Baca juga: Dukung Konsep Blue Carbon, 5.000 Bibit Pohon Mangrove Ditanam di Bangka Tengah
Padahal, lebih dari 5.000 keluarga pembudidaya udang menggantungkan hidupnya pada sektor budidaya udang.
Sutikno menyampaikan, sebanyak 50 keluarga pembudidaya udang direlokasi ke tempat yang lebih aman karena kerusakan ekosistem mangrove tersebut.
Selain itu, 25 hektare tambak udang telah jebol serta tidak bisa dikelola untuk budi daya udang.
“Akibat hilangnya ekosistem mangrove ancaman abrasi terus terjadi serta laju sedimentasi tidak terkendali,” ungkapnya.
Sutikno menjelaskan bahwa rusaknya ekosistem mangrove membuat produksi budidaya udang di Dipasena menurun drastis.
Baca juga: Mandiri Sekuritas Tanam 1.001 Mangrove
Padahal, ketika ekosistem mangrove masih terjaga, para pembudidaya udang dapat memanen udang sebanyak 60 sampai 70 ton per hari.
“Hari ini, setelah mangrove rusak, produksi kami hanya 13 ton per hari. Ini adalah kehilangan yang sangat besar,” ujar Sutikno.
Sementara itu, pemulia mangrove dari wilayah pesisir Mangunharjo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Nur Chayati, mengatakan pantai utara di Kota Semarang mengalami abrasi akibat beban industri yang sangat berat.
Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan muka tanah secara signifikan, antara 15 hingga 25 sentimeter (cm) setiap tahunnya.
Pada saat yang sama, terjadi percepatan dampak buruk krisis iklim yang menyebabkan kenaikan air laut.
Baca juga: Usung Semangat Tumbuh Bersama, Danamon Tanam 10.000 Mangrove di Pantai Tirang
Sejak 2005, dia telah bekerja untuk memulihkan mangrove di kawasan yang mengalami abrasi seluas 160 hektare.
Nur Chayati bersama dengan komunitasnya terus bekerja menjaga ekosistem pesisir dengan terus menerus menanam dan memuliakan mangrove.
Hasilnya, kini wilayah yang terdampak abrasi seluas 160 hektare telah pulih. Lebih jauh, mangrove yang tumbuh telah dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memproduksi pangan dan minuman olahan.
Nur Chayati mengutarakan, saat ini semakin banyak pihak yang tertarik untuk bergabung menjaga kawasan pesisir di sana.
“Mereka datang dari kalangan pelajar, mahasiswa, aparatur sipil negara (ASN), pegawai swasta, dan berbagai kelompok masyarakat lain. Kami ingin membuktikan kepada masyarakat luas bahwa kelompok perempuan pesisir adalah aktor utama yang menjaga pesisir serta memuliakan mangrove,” tegar Nur Chayati.
Baca juga: Tekan Emisi Karbon, Aksi Kolaboratif Restorasi Mangrove di Jakarta Perlu Dilakukan
Menjelan pilpres 2024, dia menyerukan agar para calon presiden wajib menempatkan kepentingan masyarakat, terutama ekonomi masyarakat pesisir sebagai prioritas penting dalam program pemerintahannya.
“Presiden mendatang harus memiliki visi untuk mengembangkan ekonomi masyarakat pesisir,” papar Nur Chayati.
Di sisi lain, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Nasional Parid Ridwanuddin membeberkan bahwa perlindungan terhadap mangrove telah menjadi perhatian masyarakat global.
Setiap tahun, tepatnya pada 26 Juli, diperingati sebagai Hari Mangrove Sedunia. Peringatan ini menjadi momentum yang tepat untuk mengkampanyekan isu perlindungan mangrove.
Terlebih lagi, tahun 2023 merupakan tahun politik karena pada 2024 akan digelar hajatan besar berupa pilpres dan pemilu.
“Pada tahun ini, isu mengenai perlindungan masyarakat pesisir dan ekosistem mangrove penting untuk dikemukakan dalam rangka mengarusutamakan keadilan iklim dan wilayah kelola masyarakat,” ungkap Parid.
Baca juga: Eksistensi Mangrove Sangat Penting Melawan Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya