Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/08/2023, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

SOLO, KOMPAS.com – Perputaran uang di 150 bank sampah unit yang tergabung dalam Bank Sampah Induk Kerja Nyata Kota Solo bisa mencapai Rp 60 juta hingga Rp 75 Juta per bulan.

Direktur Bank Sampah Induk Kerja Nyata Denok Marty Astuti mengatakan, dalam sebulan, kira-kira ada 40 hingga 50 ton sampah anorganik yang terkumpul dari semua bank sampah unit yang tersebar di berbagai kelurahan di Kota Solo.

Jika diakumulasikan, perputaran uang di seluruh bank sampah unit tersebut tidak bisa dianggap sepele karena dapat mencapai sekitar Rp 720 juta dalam setahun.

Baca juga: Bergerak dari Akar Rumput, Tercipta 150 Bank Sampah di Solo

Biasanya, tiap bank sampah unit beroperasi setiap dua pekan sekali dengan jam kerja selama dua jam.

Dalam kurun waktu itu, para nasabah menyetorkan sampah anorganiknya yang sudah dipilah, ditimbang, dihitung nilainya, dan dicatat di dalam buku tabungan bank sampah.

Setelah semua sampah terkumpul, armada dari pengepul datang untuk mengangkutnya.

Di dalam buku tabungan nasabah, jenis sampah yang disetor bervariasi mulai dari botol plastik, koran, kertas HVS, botol kaca, karung beras, hingga besi dan tembaga.

Baca juga: Raih Dana Hibah Transform, Alner Kurangi 1.300 Kilogram Sampah Plastik

“Harga (sampahnya) bervariasi, mulai dari Rp 200 (per kilo) untuk botol kaca hingga Rp 16.000 (per kilo) untuk besi,” ujar Denok saat disambangi Kompas.com di kediamannya di Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Kamis (3/8/2023).

Di satu sisi, ada pula pembagian hasil bagi pengurus. Biasanya, sistem bagi hasilnya adalah 80 persen berbanding 20 persen.

Dalam sistem tersebut, nasabah bank sampah mendapat 80 persen dari total penjualan sampahnya. Sisanya, 20 persen, dimasukkan ke dalam kas pengurus.

“Sistem bagi hasilnya berbeda-beda (setiap bank sampah unit). Tapi kebanyakan 80 berbanding 20,” terang Denok.

Baca juga: 10 Negara dengan Pengelolaan Sampah Terbaik

“Misalkan ada nasabah setor sampah, dan harga jualnya dihitung Rp 10.000, nanti yang masuk buku tabungan Rp 8.000. Sisanya, Rp 2.000 masuk ke kas pengurus,” sambungnya.

Saldo yang masuk buku tabungan menjadi hak nasabah sepenuhnya. Sedangkan saldo bagi hasil, pengelolaannya diserahkan kepada pengurus.

Dengan adanya bagi hasil tersebut, para pengurus tidak hanya bekerja secara sukarela, tapi juga bisa merasakan manfaat ekonominya.

Selain itu, ada beberapa bank sampah unit yang tak hanya menyetorkan sampak anorganik, tapi juga mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.

Produk pupuk kompos tersebut bisa dimanfaatkan langsung sebagai penyubur tanaman atau bisa juga dijual, sehingga menambah pemasukan nasabahnya.

Baca juga: Pengolahan Sampah AMDK Le Minerale Diapresiasi Kementerian LHK

Siasat lahan minim

Aktivitas di Unit Bank Sampah Katon Sumulak Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Kota SoloDOKUMENTASI BANK SAMPAH INDUK KERJA NYATA SOLO Aktivitas di Unit Bank Sampah Katon Sumulak Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo

Untuk menyiasati minimnya lahan, Bank Sampah Induk Kerja Nyata bekerja sama dengan 40-an pengepul yang bersedia “menjemput bola” di setiap bank sampah unit.

Layanan “jemput bola” tersebut merupakan siasat karena minimnya lahan sekaligus tidak adanya armada khusus yang dimiliki Bank Sampah Induk Kerja Nyata.

“Solo enggak punya (banyak) lahan. Tapi kami harus bergerak meski kita tidak punya lahan. Lalu warga setor sampah, di mana? Bisa di rumah Pak RT, posyandu (pos pelayanan terpadu) , poskamling (pos keamanan lingkungan), di bawah pohon beringin, rumah Pak RW, semua bisa dipakai (menjadi) bank sampah,” papar Denok.

Konsep yang diusung di setiap bank sampah unit adalah portable. Beroperasi selama waktu yang ditentukan saja.

Ke depan, Bank Sampah Induk Kerja Nyata berniat bekerja sama dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) agar sampah-sampah plastik tersebut bisa langsung diserap oleh offtaker.

Baca juga: 7 Cara Kreatif Mendaur Ulang Sampah di Rumah

Selain itu, dengan bekerja sama dengan ADUPI, diharapkan harga jual sampah plastik dari nasabah bisa lebih tinggi karena memangkas biaya perantara.

Akan tetapi, untuk dapat bekerja sama dengan ADUPI, Denok menyampaikan bahwa idealnya bank sampah induk memiliki gudang terpusat sebagai tempat bongkar muat sampah.

“Inginya punya tempat atau bangunan sepeti pabrik daur ulang, tapi proses (menuju ke sana) masih panjang,” kata Denok.

Terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Kota Solo Arthaty Mulatsih mengatakan, keberadaan bank sampah tersebut berkontribusi positif terhadap upaya pengurangan sampah dari hulu.

Baca juga: Hemat Uang Belanja, Tempat Sampah Ini Bisa Anda Buat Sendiri

“Karena bank sampah menjadi wadah bagi masyarakat yang sudah melakukan pengelolaan sampah,” ujar Arthaty saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/8/2023).

Dia menambahkan, bank sampah memberikan nilai tambah, baik dari sisi sirkular ekonomi maupun dari sisi peningkatan kemampuan dan ketrampilan masyarakat.

Arthaty berharap, baik bank sampah induk atau bank sampah unti bisa semakin berkembang dan berkolaborasi dengan mitra lainnya.

“Sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi masyarakat dan bagi lingkungan di Kota Solo,” tutur Arthaty.

Baca juga: Kurangi 30 Persen Sampah Plastik, Waste Station Hadir di RDTX Place

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com