KOMPAS.com – Perubahan iklim akan meningkatkan risiko infeksi dan keracunan bawaan dari banyak makanan, setidaknya di Jerman.
Laporan tersebut disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di Jerman di negara tersebut.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa peningkatan risiko ini akan terlihat secara global juga, sebagaimana dilansir Gizmodo, Kamis (10/8/2023).
Baca juga: Perempuan Jadi Kelompok Paling Terdampak Perubahan Iklim di Indonesia
Penelitian yang diterbitkan awal Juni di Journal of Health Monitoring tersebut merupakan bagian dari rangkaian khusus oleh para ilmuwan di Jerman yang mengamati dampak perubahan iklim terhadap kesehatan regional.
Para ilmuwan melakukan peninjauan literatur dan berfokus pada penyakit bawaan makanan yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, bakteri Campylobacter, bakteri Vibrio, parasit Cryptosporidium, parasit Giardia, dan racun lain yang dihasilkan oleh kehidupan laut.
Secara keseluruhan, para peneliti menemukan bukti bahwa semua infeksi dan keracunan akibat makanan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang karena perubahan iklim.
Penyakit karena Salmonella dan Campylobacter cenderung lebih sering muncul di bulan-bulan musim panas. Apabila musim panas berlangsung lebih lama, kasusnya bakal meningkat.
Baca juga: Gender dan Perubahan Iklim Jadi Topik dalam Dialog Nasional yang Digelar KPPPA dan KLHK
Parasit Cryptosporidium dan Giardia mungkin akan semakin sering mencemari sistem air atau vegetasi sebagai akibat dari peristiwa banjir ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.
Pengaruh kompleks perubahan iklim di lautan dunia juga dapat mendorong pembentukan ganggang yang berbahaya, di mana racunnya dapat memasuki rantai makanan.
Efek yang kurang jelas, seperti suhu yang lebih hangat yang membuat orang lebih mungkin memasak makanan terutama daging menjadi kurang matang, dapat menyebabkan lebih banyak penyakit bawaan makanan.
“Peningkatan infeksi dan keracunan makanan yang diprediksi menghadirkan risiko kesehatan masyarakat yang meningkat di Jerman,” tulis para ilmuwan dalam penelitian tersebut.
Baca juga: Jadi Tuan Rumah Temu Pejabat Lingkungan ASEAN, Indonesia Ajak Atasi Perubahan Iklim
Meskipun laporan ini hanya menyangkut Jerman, ada indikasi bahwa ada situasi yang sama kemungkinan juga terjadi di berbagai wilayah di dunia.
Pada November 2022, badan lingkungan Eropa yaitu European Environment Agency menerbitkan laporan yang menyimpulkan bahwa perubahan iklim akan meningkatkan risiko infeksi bawaan makanan di seluruh Eropa.
Di AS, institut ilmu kesehatan lingkungan yaitu National Institute of Environmental Health Sciences juga memperingatkan bahwa perubahan iklim akan berdampak negatif terhadap keamanan pangan secara global.
Meskipun peringatan ini penting, para ilmuwan dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa masih ada tindakan untuk memitigasi risiko, baik dalam skala kecil maupun besar.
Baca juga: Pertanian Paling Terdampak Perubahan Iklim, Produksi Bisa Merosot
“Rekomendasi utama kami untuk meminimalkan risiko kesehatan dari infeksi bawaan makanan dan keracunan terletak pada kebersihan dapur, yang harus selalu diterapkan saat menyiapkan makanan,” tulis para ilmuwan.
“Termasuk mencuci tangan secara menyeluruh dan penggunaan peralatan dapur baru setelah dipakai untuk daging dan ikan mentah, serta menghindari kontaminasi silang,” tulis mereka.
Para ilmuwan tersebut juga merekomendasikan penggunaan teknologi baru untuk melacak rantai pasokan.
“Mengingat jaringan distribusi makanan global dan penggunaan teknik pemrosesan dan pengawetan yang berbeda, akan sulit melacak rantai pasokan produk untuk mengidentifikasi potensi risiko,” tutur mereka.
Baca juga: Apa Saja Tanda-tanda Terjadinya Perubahan Iklim?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya