Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/08/2023, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN), paradigma sumber energi berubah. Energi dianggap bukan lagi sekadar komoditas, melainkan modal pembangunan.

Dengan demikian, pengelolaan sumber energi pada masa depan akan berpengaruh terhadap pembangunan nasional.

Di satu sisi, sektor energi juga disorot karena tingginya emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan. Musababnya, porsi energi fosil masih mendominasi bauran energi nasional di Indonesia.

Baca juga: Potensi Panas Bumi di Indonesia

Menurut Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2022 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 87,7 persen bauran energi nasional di “Bumi Pertiwi” berasal dari energi fosil.

Sebagai salah satu peratifikasi Perjanjian Paris, Indonesia merespons upaya pengurangan emisi GRK dengan meluncurkan enhanced National Determined Contribution (NDC) yakni mengurangi emisi 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Selain itu, pemerintah juga menargetkan pencapaian net zero emission (NZE) pada 2060. NZE adalah jumlah emisi GRK yang dikeluarkan sama atau lebih sedikit daripada yang diserap.

Baik dalam NZE dan NDC, energi menjadi salah sektor dengan target pengurangan emisi GRK paling banyak dibandingkan yang lainnya.

Dengan adanya perubahan paradigma sekaligus mencapai target NZE dan NDC, transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yang rendah emisi mutlak dilakukan.

Pengurangan energi fosil perlu seiring sejalan dengan pengembangan energi terbarukan supaya kebutuhan energi dan pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak terganggu.

Baca juga: Peta Potensi Panas Bumi Jawa Tengah

Panas bumi, baseload ketenagalistrikan

Ilustrasi listrik. Dok. Shutterstock Ilustrasi listrik.
Dari berbagai macam jenis energi terbarukan, panas bumi menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di Indonesia.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM Harris Yahya mengatakan, energi panas bumi bisa menjadi tulang punggung ketenagalistrikan di Indonesia.

Sejauh ini, ketenagalistrikan di Indonesia masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Dari sekitar 70.000 megawatt (MW) pembangkit listrik di Indonesia, lebih dari 60 persennya adalah PLTU batu bara.

Masih dominannya PLTU batu bara dalam pembangkit listrik tak lepas dari keandalan dan perannya sebagai baseload atau beban listrik dasar. Baseload sangatlah penting untuk menopang permintaan minimum yang harus dipenuhi selama 24 jam.

“Kalau itu (PLTU batu bara) dikurangi, penggantinya harus memegang peranan itu. Dari situlah maka kita memerlukan pembangkit pengganti batu bara yang sifatnya kurang lebih sama,” kata Harris saat diwawancari Kompas.com, Selasa (22/8/2023).

Harris menuturkan, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebagai energi terbarukan yang tidak menghasilkan emisi GRK dapat dijadikan salah satu baseload pengganti PLTU batu bara.

Baca juga: Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia Beserta Lokasinya

PLTP dapat beroperasi sepanjang tahun. Availability factor atau faktor ketersediaan energi panas bumi sepanjang tahun bisa mencapai 95 persen.

Selain itu, operasional PLTP tidak terpengaruh oleh cuaca dan bisa memproduksi listrik secara stabil sehingga cocok dijadikan pembangkit yang memikul beban dasar.

“(PLTP) tidak membutuhkan luasan lahan yang besar jadi kita bisa mengefektifkan penggunaan lahan, tapi produksinya cukup besar. Selain itu, (PLTP) juga tidak terpengaruh oleh kondisi keekonomian, dalam arti fluktuasi harga bahan bakar tidak memengaruhi produktivitas panas bumi,” papar Harris.

Harris berujar, selain PLTP, ada juga sumber energi terbarukan lain seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) sebagai opsi baseload.

Akan tetapi, operasional PLTA sangat tergantung pada ketersediaan air dan cuaca. Sedangkan PLTBm sangat bergantung pada keberlanjutan bahan bakar.

Meski demikian, opsi kombinasi antar-pembangkit listrik terbarukan menjadi suatu keniscayaan pada masa depan mengingat kebutuhan energi akan terus meningkat.

Baca juga: 10 Negara dengan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Terbanyak di Dunia, Indonesia Nomor 2

Terbarukan

Proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang berpotensi menjadi andalan dalam transisi energi baru terbarukan (EBT). Dok. Pertamina Proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang berpotensi menjadi andalan dalam transisi energi baru terbarukan (EBT).
PLTP merupakan salah satu bentuk energi terbarukan karena memanfaatkan uap air dari sumber panas bumi untuk memutar turbin. Turbin yang berputar menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik.

Untuk bisa mendapatkan uap air tersebut, terlebih dulu harus mengebor sumur produksi di lokasi yang memiliki potensi energi panas bumi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Cegah Banjir di Jabodetabek, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam
Cegah Banjir di Jabodetabek, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam
Pemerintah
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Swasta
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
BUMN
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Pemerintah
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Pemerintah
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
LSM/Figur
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
LSM/Figur
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Pemerintah
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
Pemerintah
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
LSM/Figur
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Swasta
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Pemerintah
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Pemerintah
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
LSM/Figur
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau