KOMPAS.com – Pemerintah memundurkan jadwal peluncuran dokumen perencanaan dan kebijakan investasi komprehensif alias comprehensive investment and policy plan (CIPP) Just Energy Transition Partnership (JETP).
Mulanya, dokumen CIPP JETP dijadwalkan dapat diluncurkan pada Agustus 2023. Akan tetapi, jadwal peluncurannya dimundurkan menjadi akhir tahun ini.
Menanggapi hal tersebut, lembaga Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai perlu dilakukan penyempurnaan dokumen CIPP untuk memenuhi target yang disepakati serta membuka konsultasi publik yang lebih luas.
Baca juga: Berkaca dari Afrika Selatan, Progres JETP di Indonesia Perlu Libatkan Publik
Dalam JETP, pada 2030 emisi gas rumah kaca (GRK) ditargetkan dapat diturunkan hingga 290 megaton karbon dioksida dan mencapai bauran energi terbarukan sampai 34 persen.
Selain itu, netralitas karbon atau net zero emission (NZE) ditargetkan dapat tercapai pada 2050.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, untuk mencapai target tersebut setidaknya diperlukan dana sebesar 130 miliar dollar AS sampai dengan 150 miliar dollar AS.
Salah satu strateginya adalah dengan melakukan pensiun pembangkist listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sebelum 2030.
IESR memperkirakan, penurunan kapasitas PLTU batu bara dapat mencapai 8,6 gigawatt (GW) perlu dilakukan secara bertahap hingga 2030. Ini tidak termasuk penurunan kapasitas PLTU off-grid, di luar wilayah usaha PLN.
Baca juga: Dana Hibah Buat JETP Cair Cuma Rp 2,4 Triliun
“Hingga saat ini, minat IPG (International Partners Group) dan GFANZ (Glasgow Financial Alliance for Net Zero) untuk menyediakan pendanaan pensiun dini PLTU sangatlah rendah, padahal pengurangan PLTU diperlukan untuk meningkatkan penetrasi energi terbarukan,” kata Fabby dalam keterangan tertulis, Selasa (29/8/2023).
IESR memperkirakan biaya pensiun dini tersebut mencapai 4 miliar dollar AS, di bawah nilai perkiraan yang diberikan oleh PLN sebelumnya.
Menurut Fabby, IPG harus mau menyediakan pendanaan pensiun dini PLTU sebagai konsekuensi keterlibatan mereka dan mempertahankan kredibilitas JETP itu sendiri.
Selain itu, IESR memandang penyempurnaan dokumen CIPP akan memperjelas jumlah dana yang dibutuhkan untuk proyek prioritas, contohnya pengembangan rencana proyek energi terbarukan.
Berdasarkan studi IESR, kebutuhan pendanaan untuk transisi energi hingga 2050 apabila ingin sesuai target Persetujuan Paris senilai 1,3 triliun dollar AS, atau rata-rata 30 miliar dollar AS hingga 40 miliar dollar AS setiap tahunnya.
Baca juga: Menanti Implementasi JETP di Indonesia
Sementara itu, apabila hanya sampai 2030, pendanaan yang dibutuhkan paling tidak 130 miliar dollar AS.
IESR memandang alokasi porsi hibah di dalam skema JETP perlu ditingkatkan untuk mendukung aspek transisi berkeadilan yang luas serta transformasi aktor utama agar bisa mengimplementasikan CIPP yang ambisius dalam waktu dekat.
Setidaknya porsi hibah diperlukan sekitar 10 persen hingga 15 persen atau 2 miliar dollar AS hingga 3 miliar dollar AS dalam skema JETP untuk mengeksekusi transisi energi di Indonesia.
IESR menyadari, meningkatkan alokasi hibah dalam skala yang diusulkan memerlukan kerja sama dan komitmen kuat baik dari pemerintah Indonesia maupun dari mitra internasional dalam JETP.
Manajer Program Transformasi Energi IESR Deon Arinaldo mengutarakan, JETP perlu mendukung proses transisi energi di Indonesia, tidak sekadar menentukan proyek prioritas untuk mencapai target saja.
Baca juga: Ini Pentingnya Mineral Kritis bagi Transisi Energi Semua Negara
“Karena JETP membutuhkan perubahan sistemik, maka butuh peningkatan kapasitas aktor utama seperti PLN dan kementerian atau lembaga terkait, pendanaan hibah untuk menyusun perubahan-perubahan regulasi atau kebijakan, serta juga mendukung aktor yang terdampak jika JETP diimplementasikan nanti,” terang Deon.
IESR juga menekankan pentingnya melibatkan konsultasi publik yang lebih luas dalam proses pengambilan keputusan terkait JETP.
Membuka kesempatan bagi berbagai pemangku kepentingan untuk memberikan masukan akan memastikan bahwa proyek ini mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara lebih akurat.
Transparansi dan partisipasi masyarakat yang lebih besar akan memperkuat legitimasi JETP dan menghasilkan hasil yang lebih berkelanjutan.
Baca juga: Pembiayaan Campuran Jadi Upaya Kejar Transisi Energi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya