Masih menurut Greenpace, tenaga terbarukan hanya menyumbang 0,13 persen dari total produksi energi perusahaan pada tahun tersebut.
Dan orientasi model bisnis yang jelas terhadap fosil juga terlihat dalam investasi mereka. Dari hampir 10 miliar dolar pada tahun 2022, sebesar 8,3 miliar dollar AS digunakan langsung untuk perluasan atau stabilisasi produksi minyak dan gas.
Baca juga: Potensi Energi Angin di Indonesia, Tersebar Luas di Berbagai Wilayah
Seperti kebanyakan perusahaan minyak, Equinor berkomitmen untuk mencapai tujuan menjadi "perusahaan net zero" pada tahun 2050.
Namun seperti dikutip dari Euronews, Equinor menyatakan, bahkan pada tenggat waktu ini, masih ada kebutuhan minyak dan gas dalam bauran energi tahun 2050, sehingga berencana menggunakan penyeimbangan karbon untuk menetralisir sisa emisinya.
Pemerintah juga menetapkan target untuk meningkatkan kapasitas terpasang energi terbarukan menjadi 12-16 GW pada tahun 2030, naik dari 0,6 GW tahun lalu.
Proyek jumbo macam Hywind Tampen ini akan mengambil bagian terbesar dalam pekerjaan ini.
Namun, para pegiat Greenpeace tetap skeptis terhadap Equinor dan perusahaan-perusahaan energi lainnya. Hal ini karena hanya 0,3 persen dari gabungan produksi energi 12 perusahaan Eropa pada tahun 2022 yang berasal dari sumber terbarukan.
Dan hanya 7,3 persen dari investasi perusahaan-perusahaan ini pada tahun lalu yang ditujukan untuk energi ramah lingkungan.
“Bukannya menyediakan energi bersih yang sangat dibutuhkan, mereka memberi kita sampah ramah lingkungan. Keengganan raksasa minyak untuk menerapkan perubahan nyata adalah kejahatan terhadap iklim dan generasi mendatang”, kata juru kampanye Greenpeace CEE Kuba Gogolewski.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya