Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bonus Demografi Jadi Sia-sia Jika Stunting Tak Ditangani Maksimal

Kompas.com, 5 September 2023, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia bisa menjadi sia-sia jika stunting tidak ditangani dengan baik.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh di Gedung Institut Agama Islam Darussalam di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (3/9/2023).

Nihayatul mengungkapkan, stunting sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa depan. Bila anak dalam kondisi stunting hingga usia dua tahun lebih, maka terlambat untuk disembuhkan.

Baca juga: Indonesia Berbagi Pengalaman Penurunan Stunting dengan Laos

Stunting tak hanya mengganggu perkembangan fisik, melainkan juga berpengaruh terhadap perkembangan intelektualitas anak.

“Mari, kita bersama bahu-membahu untuk memerangi stunting di Indonesia,” ucap Nihayatul sebagaimana dilansir siaran pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Nihayatul menambahkan, stunting dapat mengancam bonus demografi yang akan dialami Indonesia.

“Indonesia sampai tahun 2035 akan mengalami bonus demografi di mana umur 16-60 tahun lebih banyak dari pada usia 65 tahun ke atas,” ujar Nihayatul.

Baca juga: Percepat Penurunan Stunting, BKKBN dan HIPMI Kerja Sama

“Generasi produktifnya lebih banyak daripada nonproduktif. Bila generasi produktif ini tidak berkualitas, bisa kita bayangkan bagaimana bangsa ini bisa mendapat manfaat dari bonus demografi,” sambungnya.

Dia juga menyoroti faktor-faktor penyebab stunting. Menurutnya, stunting tidak hanya karena kekurangan asupan gizi saja tetapi juga bisa terjadi karena pendidikan, pengetahuan, dan budaya.

“Pendidikan bagi orang tua tentang pemberian asupan gizi yang baik bagi anak. Pengetahuan pada saat ibu mengandung seperti minum vitamin dan obat penambah darah, dan budaya pernikahan dini yang bisa memicu stunting,” tutur Nihayatul.

“Karena pernikahan usia di bawah 20 tahun, organ tubuh perempuan belum sempurna, akan berakibat pada jumlah asupan nutrisi bayi yang ada di dalam kandungan,” tambahnya.

Baca juga: Pola Pengasuhan hingga Makanan Instan Picu Tingginya Stunting di Sambas

Pernikahan dini, ujar Nihayatul, juga dapat memicu tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia.

Sementara itu, Pembina Program Pengendalian Penduduk Uni Hidayati menyampaikan beberapa upaya untuk pencegahan stunting.

Uni mengutarakan, stunting bukanlah penyakit. Stunting bisa dicegah dengan cara memperhatikan pola pengasuhan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak.

Selain itu, asupan gizi bagi ibu hamil harus diperhatikan. Pasalnya, di dalam kandungan ibu ada bayi yang harus diperhatikan secara ekstra.

Baca juga: 1.000 Hari Pertama Kehidupan Bayi Penting Cegah Stunting, Ini Alasannya

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Siswa SMA Sulap Limbah Cangkang Kepiting dan Udang Jadi Kemasan Ramah Lingkungan
Siswa SMA Sulap Limbah Cangkang Kepiting dan Udang Jadi Kemasan Ramah Lingkungan
LSM/Figur
Polusi Udara dari Kendaraan Diprediksi Picu 1,8 Juta Kematian Dini Pada 2060
Polusi Udara dari Kendaraan Diprediksi Picu 1,8 Juta Kematian Dini Pada 2060
LSM/Figur
KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel Imbas TPA Cipeucang Ditutup
KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel Imbas TPA Cipeucang Ditutup
Pemerintah
Investor Relations Jadi Profesi Masa Depan, Indonesia Perlu Siapkan SDM Kompeten
Investor Relations Jadi Profesi Masa Depan, Indonesia Perlu Siapkan SDM Kompeten
BUMN
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
LSM/Figur
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan 'Tenaga Kerja Hijau'
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan "Tenaga Kerja Hijau"
Pemerintah
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
BUMN
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
Swasta
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
BUMN
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
LSM/Figur
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Swasta
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
LSM/Figur
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Swasta
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
LSM/Figur
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau