KOMPAS.com – Permintaan uranium untuk reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) diprediksi melonjak hingga 28 persen pada 2030.
Prediksi melonjaknya permintaan uranium tersebut tak lepas dari tren dunia yang tengah berlomba-lomba mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE).
Asosiasi tenaga nuklir dunia atau World Nuclear Association (WNA) memaparkan dalam laporannya pada Kamis (7/9/2023) bahwa permintaan uranium bahkan bisa meningkat hingga dua kali lipat pada 2040.
Baca juga: Menanti PLTN di Indonesia
Tahun ini, perkiraan permintaan uranium mencapai 65.650 ton. Pada 2030, permintaannya diperkirakan meningkat menjadi 83.840 ton.
Pada 2040, permintaan uranium untuk PLTN bisa mencapai 130.000 ton.
Ketertarikan dunia terhadap PLTN juga meningkat sejak krisis energi akibat Rusia menginvasi Ukraina, sebagaimana dilansir Reuters.
“Mulai awal dekade berikutnya, rencana tambang dan calon tambang akan dimasukkan dalam produksi,” kata WNA dalam laporannya bertajuk Nuclear Fuel Report.
Baca juga: Energi Nuklir Jadi Bagian Rencana Jangka Panjang Indonesia
Untuk diketahui, produksi uranium global sempat turun menjadi 47.731 ton pada 2020. Pada 2022, produksinya sedikit pulih menjadi 49.355 ton.
Sempat terjadi banyak negara mulai menutup reaktor nuklir usai gempa bumi dan tsunami di Jepang pada 2011 yang mengguncang PLTN Fukushima Daiichi.
Saat ini, kapasitas terpasangn PLTN di dunia hingga akhir Juni 2023 sebesar 391 gigawatt (GW) dari 437 unit. Selain itu, ada 64 GW yang sedang dibangun.
Kapasitas terpasang PLTN diperkirakan meningkat sebesar 14 persen pada 2030 dan melonjak sebesar 76 persen menjadi 686 GW pada 2040. Sebagian besar kapasitas terpasang PLTN dibangun di China dan India.
Baca juga: Bakal Jadi Percontohan se-Asia, Pembangkit Nuklir Thorium Rp 12 Triliun Dibangun di Babel
Peningkatan kapasitas PLTN tersebut bukan hanya melalui penambahan reaktor-reaktor yang baru, namun juga dengan memperpanjang masa operasi pembangkit yang sudah ada.
“Beberapa negara dengan armada reaktor besar, seperti Kanada, Perancis, Jepang, Rusia dan Ukraina, mengizinkan PLTN yang ada untuk beroperasi hingga 60 tahun, dan di AS, hingga 80 tahun,” kata laporan itu.
Reaktor modular kecil, yang lebih mudah dan murah untuk dibangun, juga mendapatkan daya tarik.
Baca juga: Pro Kontra Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir untuk Kesinambungan Ketahanan Energi Nasional
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya