Kepastian peraturan akan membuat sistem PLTS Atap yang telah dipasang di berbagai bangunan komersial dan industri sejak tahun lalu, yang diperkirakan mencapai 200-300 MWp, dapat segera tersambung.
AESI menyebutkan, kemudahan prosedur pemasangan menjadi faktor penting bagi kelompok pengadopsi teknologi yang tidak terlalu sensitif pada keekonomian alias early adopters, utamanya kelompok rumah tangga R2 (3500 - 5500VA).
Berdasarkan survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di tujuh provinsi, terdapat 2 persen rumah tangga yang masuk dalam kategori early adopters.
Baca juga: PLTS Selamatkan Eropa dari Krisis Energi akibat Gelombang Panas
Selain itu, ada 11 persen hingga 19 persen kelompok early followers yakni yang akan mengikuti jika ada contoh dan keekonomian membaik.
Kelompok early adopters memiliki kemampuan finansial untuk memasang PLTS atap dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembatasan ekspor.
Pengesahan revisi Permen ESDM No 26 Tahun 2021 akan memperkuat pengambilan keputusan early adopters dan early followers, termasuk membuka pilihan penggunaan sistem baterai untuk mengoptimalkan produksi listrik surya yang tidak bisa diekspor untuk dipakai di malam hari.
Pilihan sistem dengan baterai ini sudah mulai banyak diminati. Dan dengan semakin banyaknya pengguna, diharapkan harga sistem PLTS atap dengan baterai juga lebih menarik.
Baca juga: Progres Terbaru Rencana PLTS 300 MegaWatt Harita di Pulau Obi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya