Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/09/2023, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Penganggaran untuk percepatan penurunan stunting di daerah harus transparan dan jelas.

 

Hal tersebut dimaksudkan agar upaya percepatan penurunan stunting di daerah menjadi transparan.

"Khusus dari pusat, kita mendorong daerah melalui informasi yang transparan dan jelas," kata kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo di Semarang, Jawa Tengah, Senin malam (19/9/2023).

Baca juga: Waspada Gizi Buruk pada Anak, Cegah Stunting Sebelum Terlambat

"Sehingga kita selalu sampaikan kepada kepala daerah dan jajarannya untuk memberikan suplemen atau komplemen dalam penganggarannya di daerah itu untuk percepatan penurunan stunting," tambahnya.

Dia menuturkan, anggaran percepatan penurunan stunting yang paling banyak ada pada Kementerian Sosial (Kemensos).

Untuk itu ia menekankan kepada seluruh kepala daerah untuk memaksimalkan Program Keluarga Harapan (PKH).

"Di tahun 2023 ada anggaran sebesar Rp 30,4 triliun. (Dari jumlah itu, anggaran) Rp 20 triliun ada di Kemensos melalui PKH," ucap dia, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Kejar Prevalensi Stunting 14 Persen, Protein Energy Ratio Penting Diperhatikan

"Sehingga kami selalu titip kepada kepala daerah, agar dinas sosialnya yang mengelola anggaran paling besar untuk percepatan penurunan stunting untuk dikonvergensikan," imbuhnya.

Hasto juga mendorong agar pemerintah daerah segera menyusun strategi untuk bertemu kepala desa.

Hal tersebut dilakukan agar kepala desa juga turut mengalokasikan dana desa untuk percepatan penurunan stunting.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Jawa Tengah sebesar 20,8 persen.

Baca juga: Peningkatan Layanan Kontrasepsi Penting Cegah Stunting

Pada 2023, menurut penghitungan sementara, prevalensi stunting menurun jadi 10 persen. Menurut Hasto, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno menyampaikan pentingnya kerja sama, konvergensi, dan kolaborasi dalam rangka percepatan penurunan stunting ini.

"Lalu, penanganan itu harus di semua lini, bahwa di lingkup masyarakat, ibu-ibu PKK, RT/RW kita libatkan untuk penurunan stunting," ucap Sumarno.

Dia menegaskan, stunting adalah program prioritas nasional, sehingga setiap daerah wajib mengatur penganggarannya.

Baca juga: Penanganan Stunting Perlu Dilakukan dari Hulu

"Siapapun kepala daerahnya itu ada indikator (penurunan stunting), itu yang harus kita kejar, selalu. Kalau kita bicara itu, tentu saja penganggarannya kita atur juga," paparnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Mochamad Abdul Hakam menuturkan, Kota Semarang saat ini fokus pada intervensi sensitif dalam rangka menurunkan angka stunting.

"Kota Semarang ini kan konsepnya bergerak bersama, dan di sini yang paling banyak itu ada di intervensi sensitif (tidak langsung), seperti rehabilitasi pemukiman dan sanitasi yang tidak layak, serta penyediaan air bersih," kata Abdul.

Untuk intervensi spesifik, Abdul menyampaikan bahwa Dinkes Kota Semarang telah menganggarkan pemberian makanan tambahan (PMT) bagi keluarga berisiko stunting.

Baca juga: Tim Pendamping Keluarga Berperan Penting Cegah Stunting

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau