Mengintegrasikan informasi epidemiologi dan iklim juga membantu memahami dan mengantisipasi penyakit-penyakit yang sensitif terhadap iklim.
Selain itu, adanya sistem peringatan dini dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bersiap dan membatasi dampak dari krisis iklim.
Kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan solusinya menjadi lebih mendesak dari sebelumnya, terutama di tengah perubahan iklim.
Baca juga: Perguruan Tinggi Berperan Penting untuk Capai SDGs, Ini 5 Caranya
Antara tahun 1970 dan 2021, ada hampir 12.000 bencana yang diakibatkan cuaca, iklim, dan air ekstrem.
Belasan ribu bencana tersebut menyebabkan lebih dari 2 juta kematian dan kerugian ekonomi sebesar 4,3 triliun dollar AS.
Lebih dari 90 persen kematian dan 60 persen kerugian ekonomi terjadi di negara-negara berkembang, sehingga menghambat pembangunan berkelanjutan.
Di sisi lain, meningkatnya suhu global karena perubahan iklim seiring sejalan dengan cuaca yang lebih ekstrem.
Baca juga: Konservasi Energi Termal Berperan Bagi Pencapaian SDGs
Sejauh ini, upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai biang keladi perubahan iklim masih sangat senjang.
Janji pengurangan emisi yang disampaikan oleh berbagai negara masih sangat kurang bila dibandingkan pengurangan yang diperlukan agar sesuai dengan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celsius.
Emisi karbon dari bahan bakar fosil meningkat 1 persen secara global pada 2022 dibandingkan 2021. Perkiraan awal dari Januari-Juni 2023 menunjukkan, ada peningkatan lebih lanjut sebesar 0,3 persen.
Agar dapat memenuhi Perjanjian Paris, emisi GRK global harus dikurangi masing-masing sebesar 30 persen dan 45 persen pada 2030. Pada 2050, emisi GRK harus mendekati nol.
Baca juga: Program Ekonomi Biru Disebut Sejalan dengan SDGs
Target tersebut memerlukan transformasi berskala besar, cepat, dan sistemik. Setiap upaya pengurangan emisi penting untuk membatasi pemanasan global dan mencapai SDGs.
“Ilmu pengetahuan terus menunjukkan bahwa kita belum melakukan upaya yang cukup untuk menurunkan emisi dan memenuhi tujuan Perjanjian Paris,” kata direktur UNEP Inger Andersen.
“Kita harus meningkatkan ambisi dan tindakan kita, dan kita semua harus melakukan upaya nyata untuk mentransformasi perekonomian kita melalui transisi yang adil menuju masa depan yang berkelanjutan bagi manusia dan planet bumi,” sambungnya.
Baca juga: Wujudkan Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan Melalui SDGs
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya