Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Kacaukan Capaian SDGs, Solusi Berbasis Sains Semakin Penting

Kompas.com - 19/09/2023, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Perubahan iklim yang sedang menghantam di dunia mengacaukan pencapaian hampir semua Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

SDGs memiliki 17 tujuan dan diharapkan dapat tercapai pada 2030. Kini, tersisa tujuh tahun lagi untuk mencapai semua tujuan tersebut.

Menurut Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO, perubahan iklim melemahkan tujuan untuk mengatasi kelaparan, kemiskinan, kesehatan, akses terhadap air bersih, energi, serta banyak aspek pembangunan berkelanjutan lainnya.

Baca juga: Sekjen PBB: Tujuan SDGs 2030 Meleset di Luar Jalur

Bahkan menurut laporan United in Science, hanya 15 persen dari total tujuan SDGs yang berada pada jalur yang tepat.

Laporan tersebut melakukan kajian sistematis mengenai dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap tujuan-tujuan SDGs.

Dalam laporan tersebut, sains berperan penting untuk mencapai berbagai tujuan SDGs di tengah alarm perubahan iklim yang semakin nyaring.

Contohnya adalah, ilmu mengenai cuaca, iklim, dan air dapat dimanfaatkan untuk mencapai ketahanan pangan, air, energi bersih, kesehatan, lautan yang berkelanjutan, dan kota yang berketahanan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan, tahun ini dunia telah menyaksikan dengan jelas bahwa perubahan iklim telah terjadi.

Baca juga: NoLimit Indonesia: Peran Pemuda Penting Meningkatkan Kesadaran Isu SDGs

“Suhu yang mencapai rekor panas menghanguskan daratan dan memanaskan laut, karena cuaca ekstrem menyebabkan malapetaka di seluruh dunia. Meskipun kita tahu bahwa ini hanyalah permulaan, respons global masih jauh dari harapan,” kata Guterres.

“Sementara itu, menjelang batas waktu SDGs pada 2030, dunia sudah keluar jalur,” sambungnya, sebagaimana dilansir dari situs web Program Lingkungan PBB atau UNEP.

Dia menyampaikan, sains adalah inti dari berbagai solusi.

“Telah dipahami secara luas bahwa ilmu-ilmu yang berhubungan dengan cuaca, iklim, dan air memberikan landasan bagi aksi iklim,” ujar Guterres.

Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas menyampaikan, komunitas sains bersatu dalam upaya mencapai kesejahteraan bagi manusia dan planet Bumi.

Baca juga: Capai SDGs di ASEAN, Perlu Kerja Sama Dagang Lintas Negara

“Kemajuan sains dan teknologi yang inovatif, seperti pemodelan iklim resolusi tinggi, kecerdasan buatan, dan nowcasting, dapat mendorong transformasi untuk mencapai SDGs,” ucap Taalas.

Laporan tersebut menunjukkan, misalnya, bagaimana prediksi cuaca membantu meningkatkan produksi pangan dan mendekati nol kelaparan.

Mengintegrasikan informasi epidemiologi dan iklim juga membantu memahami dan mengantisipasi penyakit-penyakit yang sensitif terhadap iklim.

Selain itu, adanya sistem peringatan dini dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bersiap dan membatasi dampak dari krisis iklim.

Kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan solusinya menjadi lebih mendesak dari sebelumnya, terutama di tengah perubahan iklim.

Baca juga: Perguruan Tinggi Berperan Penting untuk Capai SDGs, Ini 5 Caranya

Emisi

Antara tahun 1970 dan 2021, ada hampir 12.000 bencana yang diakibatkan cuaca, iklim, dan air ekstrem.

Belasan ribu bencana tersebut menyebabkan lebih dari 2 juta kematian dan kerugian ekonomi sebesar 4,3 triliun dollar AS.

Lebih dari 90 persen kematian dan 60 persen kerugian ekonomi terjadi di negara-negara berkembang, sehingga menghambat pembangunan berkelanjutan.

Di sisi lain, meningkatnya suhu global karena perubahan iklim seiring sejalan dengan cuaca yang lebih ekstrem.

Baca juga: Konservasi Energi Termal Berperan Bagi Pencapaian SDGs

Sejauh ini, upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai biang keladi perubahan iklim masih sangat senjang.

Janji pengurangan emisi yang disampaikan oleh berbagai negara masih sangat kurang bila dibandingkan pengurangan yang diperlukan agar sesuai dengan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celsius.

Emisi karbon dari bahan bakar fosil meningkat 1 persen secara global pada 2022 dibandingkan 2021. Perkiraan awal dari Januari-Juni 2023 menunjukkan, ada peningkatan lebih lanjut sebesar 0,3 persen.

Agar dapat memenuhi Perjanjian Paris, emisi GRK global harus dikurangi masing-masing sebesar 30 persen dan 45 persen pada 2030. Pada 2050, emisi GRK harus mendekati nol.

Baca juga: Program Ekonomi Biru Disebut Sejalan dengan SDGs

Target tersebut memerlukan transformasi berskala besar, cepat, dan sistemik. Setiap upaya pengurangan emisi penting untuk membatasi pemanasan global dan mencapai SDGs.

“Ilmu pengetahuan terus menunjukkan bahwa kita belum melakukan upaya yang cukup untuk menurunkan emisi dan memenuhi tujuan Perjanjian Paris,” kata direktur UNEP Inger Andersen.

“Kita harus meningkatkan ambisi dan tindakan kita, dan kita semua harus melakukan upaya nyata untuk mentransformasi perekonomian kita melalui transisi yang adil menuju masa depan yang berkelanjutan bagi manusia dan planet bumi,” sambungnya.

Baca juga: Wujudkan Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan Melalui SDGs

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com