Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Cakrawala Masa Depan Kita

Kompas.com - 19/09/2023, 10:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMANUSIAAN saat ini berada pada suatu titik kritis sepanjang sejarahnya. Kita berdiri di persimpangan jalan yang berpotensi mempercepat perubahan begitu besar, bahkan sejarah kehidupan pun tak pernah menyaksikan sebelumnya.

Di tengah-tengah perubahan ini, kita merasa masa depan bisa berubah arah dengan cepat, seperti penentuan antara utopia dan kiamat.

Menghadapi berbagai risiko yang begitu menakutkan, terkadang terasa bahwa masa depan kita berada dalam bahaya.

Namun, di balik gelombang pesimisme yang melanda keyakinan kita akan masa itu, terdapat bukti menggembirakan bahwa umat manusia tidak hanya mampu bertahan pada beberapa abad mendatang, tetapi juga memiliki kesempatan berkembang jauh melampaui apa yang sanggup kita bayangkan.

Kita harus menyadari bahwa tidak ada yang dapat memprediksi secara pasti apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun setidaknya, ada tiga jalur besar yang dapat kita ambil dalam menghadapi masa depan ini.

Pertama, "Keruntuhan," di mana kita dihadapkan pada ancaman besar yang dapat menghancurkan peradaban kita, bahkan mungkin mengakibatkan kepunahan umat manusia.

Kedua, "Dataran Tinggi," tempat kita dapat menghindari keruntuhan, namun tetap berada di batas atas kemajuan kita.

Sedangkan ketiga adalah "Transendensi," di mana kita dapat mencapai potensi penuh kita, bahkan bertransformasi menjadi entitas yang tak terbayangkan.

Penting untuk mencoba membayangkan masa depan ini dengan sebaik mungkin, sebab hanya dengan begitu kita dapat mengkaji risiko yang akan dihadapi dengan lebih jelas.

Seiring janji yang terkandung di dalamnya, era baru yang tak terprediksi ini akan membawa perubahan besar bagi planet Bumi dan juga bagi diri kita.

Umat manusia selama sejarahnya telah menghadapi berbagai bencana, dan meskipun terdapat ancaman seperti dampak asteroid, zaman es, letusan gunung berapi super, dan wabah mematikan, kita selalu berhasil bangkit kembali ke tingkat yang baru.

Namun, saat ini, ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup kita tidak lagi berasal dari alam, melainkan dari tangan kita sendiri.

Sejak kemunculan senjata nuklir, ancaman penghancuran diri telah membuat ancaman alam semakin kecil. Bahkan, menurut beberapa perkiraan, risiko kepunahan kita karena tindakan kita sendiri, kini 300 kali lebih besar daripada risiko kepunahan yang diakibatkan bencana alam.

Lembaga Future of Life telah mengidentifikasi empat risiko utama yang membayangi kelangsungan hidup kita, yakni Perang Nuklir, Perubahan Iklim, Bioteknologi, dan Kecerdasan Buatan (A.I.).

Guna memahami betapa seriusnya risiko tersebut, kita harus mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

Perang nuklir, dengan skala yang begitu besar, membawa ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia.

Skenario terburuknya dapat mengakibatkan penurunan drastis suhu global hingga hampir 10 derajat Celcius dan menghancurkan sekitar 63 persen dari populasi manusia.

Meskipun kita telah melakukan kemajuan dalam mengurangi cadangan senjata nuklir, hampir 10.000 hulu ledak masih ada.

Saat ini, kita masih berada pada jalur yang dapat mengakibatkan kenaikan suhu bumi sekitar 2,7 derajat Celcius pada 2100, yang berpotensi menyebabkan lebih dari satu miliar orang terpaksa mengungsi.

Namun dalam skenario terburuk, tindakan kita dapat memicu titik kritis CO2, yang berpeluang meningkatkan suhu Bumi hingga 12 derajat Celcius dalam beberapa abad mendatang.

Di sisi lain, bioteknologi juga punya andil mengatasi krisis dunia seperti kelangkaan pangan dan penyakit. Namun, potensi tersebut juga membawa risiko besar, yaitu memberikan kekuatan pada sekelompok kecil orang untuk menyebabkan bencana global.

Dalam teori terburuk, pelepasan patogen yang dirancang secara sintetis dapat menyebabkan jumlah kematian yang lebih besar dibandingkan dengan perang nuklir antarbenua.

Tetapi risiko yang paling sulit untuk diukur dan dikendalikan datang dari kecerdasan buatan (AI). Ini adalah ancaman pertama yang kita hadapi, yang mungkin berada di luar kendali kita.

AI dapat menjadi sekutu yang kuat dalam menyelesaikan berbagai masalah global, atau pada akhirnya bisa mengalahkan kita dalam persaingan sumber daya dunia, dan mendorong umat manusia ke dalam ketidakpastian.

Menavigasi arus perubahan

Menjelajahi lanskap risiko baru ini akan menjadi tantangan terbesar yang pernah kita hadapi. Ancaman-ancaman baru yang belum teridentifikasi dengan pasti, dapat muncul seiring kemajuan kita.

Meskipun ada potensi tragedi kemanusiaan berskala besar dalam gambaran ini, hanya sedikit dari risiko tersebut yang memiliki kemungkinan besar untuk menyebabkan kepunahan total umat manusia. Kita, mungkin adalah salah satu spesies yang paling tidak terancam punah di Bumi.

Kehadiran kita dalam jumlah banyak dan persebaran geografis yang luas, memberi kita keunggulan dalam bertahan menghadapi berbagai ancaman.

Kita mendiami berbagai ekosistem, sedari gurun dan tundra, hingga pulau-pulau terpencil yang berperan sebagai karantina alami jika terjadi bencana global.

Meskipun risiko-risiko ini tergolong ancaman serius, kita juga memiliki potensi dan sumber daya untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan membangun masa depan lebih aman dan berkelanjutan.

Kita sebagai manusia, punya beberapa alasan untuk merasa optimistis menghadapi ancaman kepunahan, bahkan jika 99,9 persen dari populasi kita musnah dalam sebuah bencana.

Delapan juta individu yang selamat, masih merupakan jumlah yang signifikan, bahkan lebih besar dari populasi yang ada selama sebagian besar sejarah kita.

Kita tidak lagi tergantung pada kecepatan gletser seleksi alam untuk beradaptasi, karena teknologi memberi kita kemampuan beradaptasi ribuan kali lebih cepat tinimbang spesies lain dalam sejarah kehidupan.

Selain itu, pola makan kita yang cenderung generalis, memungkinkan fleksibilitas luas dalam sumber makanan, yang menjadi sifat penting bagi mereka yang selamat dari kepunahan massal pada masa lalu. Ini memberi kita kemampuan untuk mengatasi perubahan lingkungan dan kondisi yang sulit.

Namun, pertanyaan yang mendasar adalah seberapa tangguhnya peradaban kita? Seberapa besar pukulan yang dapat kita terima dan tetap melanjutkan penyintasan?

Sejarah mencatat kisah-kisah kepunahan besar seperti Kematian Hitam pada 1347, yang membunuh hingga separuh penduduk Eropa dan 1/10 penduduk dunia saat itu.

Meskipun bencana ini sangat menghancurkan, tapi tetap tidak menggagalkan kemajuan umat manusia. Terbukti, hanya dalam dua ratus tahun berikutnya, kita menyaksikan kemajuan ilmiah yang luar biasa.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah jika kita mengalami keruntuhan yang cukup parah sehingga dapat mematikan industri global, maka pemulihan akan menjadi lebih sulit dan membutuhkan waktu lebih lama.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau