Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/09/2023, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pemerintah menargetkan, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara terakhir akan pensiun pada 2058.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada hari pertama "Indonesia Energy Transition Dialogue 2023" di Jakarta pada Senin (18/9/2023).

Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 digelar oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) yang bekerja sama dengan Kementerian ESDM.

Baca juga: Aktivis Desak OJK Keluarkan PLTU Batu Bara dari Revisi Taksonomi Hijau

Itu berarti, PLTU batu bara terakhir di Tanah Air dipensiunkan dua tahun sebelum Indonesia ditargetkan mencapai emisi karbon nol atau net zero emission (NZE) pada 2060.

Arifin menyampaikan, untuk menyongsong target tersebut, tidak ada lagi pengembangan PLTU batu bara setelah 2030.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

“Pembangkit tambahan setelah tahun 2030 akan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). PLTU batu bara terakhir akan berakhir pada 2058,” kata Arifin, sebagaimana dilansir Antara.

Di sisi lain, kebutuhan listrik Indonesia diperkirakan akan mencapai 1.942 terawatt jam (TWh) pada 2060.

Baca juga: PLTU di Kawasan Industri Hijau Berpotensi Bikin Rugi Rp 3,93 Triliun

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah menargetkan ada 700 gigawatt (GW) pembangkit listrik berbasis EBT yang terpasang pada 2060 mendatang.

Diberitakan sebelumnya, PT PLN mengeliminasi recana pembangunan PLTU batu bara baru sebesar 13 GW dalam rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2040.

Sebagai ganti dibatalkannya rencana pembangunan 13 GW PLTU batu bara, PT PLN hendak mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT dalam rancangan RUPTL terbaru.

Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, rencana tersebut membuat rancangan RUPTL kali ini menjadi paling hijau dalam sejarah PT PLN dan Indonesia.

Baca juga: PLN Batalkan Kontrak Jual-Beli Listrik dengan 1,3 GW PLTU Batu Bara

“Ini yang paling hijau dalam sejarah PLN dan juga dalam sejarah Indonesia,” kata Darmawan di Jakarta, Senin (11/9/2023), sebagaimana dilansir Antara.

EBT yang akan dikembangan dalam rancangan RUPTL tersebut seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), hingga energi ombak hingga angin.

"Energi dari semua potensi di nusantara ini dari hidro (air) dari geotermal (panas bumi), dari wind (angin), dari solar (surya), dari ombak dan seluruh potensi di nusantara ini,” ujarnya.

Baca juga: PLTU Batu Bara Ditinggal, Penambahan Pembangkit Listrik Fokus ke EBT

Dalam rancangan RUPTL tersebut, penambahan pembangkit listrik berbasis EBT mencapai 75 persen dari total rencana hingga 2040.

Jumlah kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT diproyeksikan akan bertambah 60 gigawatt (GW) hingga 2040.

Sementara sisanya, yakni 25 persen, akan berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).

Baca juga: Upaya Pengurangan Konsumsi Batu Bara PLTU Terkendala Ketersediaan Biomassa

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Cegah Banjir di Jabodetabek, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam
Cegah Banjir di Jabodetabek, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam
Pemerintah
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Swasta
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
BUMN
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Pemerintah
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Pemerintah
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
LSM/Figur
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
LSM/Figur
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Pemerintah
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
Pemerintah
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
LSM/Figur
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Swasta
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Pemerintah
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Pemerintah
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
LSM/Figur
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau