KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, potensi dana yang bisa diserap Indonesia dalam bursa karbon dunia bisa mencapai Rp 3.000 triliun atau Rp 3 kuadriliun.
Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (26/9/2023).
Besarnya dana yang bisa diserap itu tak lepas dari potensi Indonesia dalam menyerap karbon yakni 1 gigaton setara karbon dioksida.
Baca juga: Produk Netral Karbon Dicurigai sebagai Upaya Greenwashing
Penyerapan karbon menjadi salah satu solusi berbasis alam atau nature based solution untuk melawan perubahan iklim.
"Indonesia menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari alam," ujar Jokowi dalam pidatonya.
Dia menuturkan, dengan potensi sebesar itu, serapan dana dari bursa karbon dapat menjadi kesempatan ekonomi baru yang bisa ditangkap Indonesia.
"Kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia menuju ekonomi hijau," papar Presiden Jokowi.
Baca juga: Pemerintah Beri Opsi Perusahaan Bayar Pajak Karbon
Jokowi menguraikan, hasil dari perdagangan karbon akan diinvestasikan kembali kepada upaya-upaya menjaga lingkungan, khususnya mengurangi emisi karbon.
Bursa karbon merupakan sistem jual-beli karbon melalui sertifikat karbon atau kredit karbon (carbon credit). Melalui peluncuran tersebut, perdagangan karbon di Indonesia resmi dimulai.
Di Indonesia, penyelenggaraan bursa karbon dilakukan oleh BEI melalui indeks IDXCarbon.
Diberitakan sebelumnya pada akhir Agustus, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi sekitar 60 persen emisi karbon melalui sektor alam.
Baca juga: Paus Mampu Serap Banyak Karbon daripada Pohon, Solusi Alami Krisis Iklim
Artinya, Indonesia menggunakan solusi berbasis alam untuk pengurangan emisi karbon dengan pengelolaan penuh kehutanan serta tata guna lahan yang efektif.
Hal itu berbeda dengan komitmen negara lain yang mayoritas memenuhi pengurangan emisi karbon dari sektor energi, sebagaimana dilansir Antara.
Mahendra menjelaskan, mayoritas negara-negara lain mengurangi emisi karbon melalui transisi energi dari fosil ke energi terbarukan.
Sekitar 70 persen pemenuhan pengurangan emisi karbon di negara lain dilakukan melalui pendekatan transisi energi.
Baca juga: Dunia Berlomba-lomba Capai Netralitas Karbon, Permintaan Uranium untuk PLTN Bakal Melonjak
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya