KOMPAS.com - Total investasi China di Indonesia mencapai 35 miliar dollar AS atau sekitar Rp 547 triliun antara 2006 hingga 2022.
Dari total jumlah tersebut, seperempatnya atau sekitar 8,75 miliar dollar AS (Rp 136 triliun) disalurkan ke sektor energi.
Meski demikian, dari total investasi ke energi, 86 persen dananya disuntikkan untuk industri energi berbahan bakar fosil.
Baca juga: PLTS Paling Tinggi Serap Pekerja di Bidang Energi Terbarukan
Hal tersebur mengemuka dalam dialog tingkat tinggi antara Indonesia dan China yang digelar di Jakarta pada Selasa (26/9/2023) pekan lalu.
Dialog ini digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bekerja sama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), Belt and Road Initiative International Green Development Coalition (BRIGC), dan ClientEarth.
Dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-76, China mengumumkan akan meningkatkan dukungan bagi negara-negara berkembang untuk mengembangkan energi ramah lingkungan dan rendah karbon.
China juga berjanji untuk tidak akan membangun proyek-proyek pembangkit listrik bertenaga batu bara di luar negeri.
Baca juga: Green Office Park 1 Sabet Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi
Di satu sisi Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Untuk mencapai target ini, dibutuhkan investasi sebesar 1,1 triliun dollar AS atau setara 768 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan.
Tenaga surya akan menjadi teknologi terdepan dalam transisi menuju nol emisi di Indonesia karena potensinya yang besar, biaya yang rendah, dan mudah dipasang.
Indonesia juga memiliki cadangan mineral yang besar yang dibutuhkan untuk sel surya dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan baterai.
Baca juga: Lapangan Kerja Energi Terbarukan Melonjak Drastis, Masa Depan Makin Menjanjikan
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, gagasanmengenaij keberlanjutan telah menjadi bagian inti dari kerja sama Belt and Road Initiative.
Selain itu, terdapat peluang investasi yang sangat besar di antara kedua negara untuk mempercepat transisi hijau dan rendah karbon pada sistem energi Indonesia.
"Secara teknis dan ekonomis, mencapai nol emisi karbon pada 2050 dapat dilakukan dengan mendekarbonisasi sistem energi Indonesia," terang Fabby dalam rilis IESR.
Dibutuhkan berbagai upaya untuk mendekarbonisasi sistem energi di Indonesia.
Contohnya peningkatan energi terbarukan secara masif, pengurangan infrastruktur bahan bakar fosil, penyimpanan energi, konektivitas jaringan listrik antarpulau, dan lain-lain.
Baca juga: Ekspansi di Bali, ATW Solar dan SED Dorong Kemandirian Energi Hijau
Konsultan Hukum dari tim Sistem Energi Client Earth di Asia Elizabeth Wu memoderatori diskusi mengenai temuan-temuan dalam laporan bertajuk "Critical role of China on accelerating Indonesia’s energy transition" sebagai bagian dari dialog tingkat tinggi itu.
Diskusi tersebut mengemukakan pentingnya kemitraan energi terbarukan tingkat tinggi antara China dan Indonesia melalui pengembangan strategi jangka panjang bersama dan menyelesaikan perjanjian bilateral.
Selain itu diperlukan eksplorasi mekanisme inovatif dan strukturpembiayaan untuk meningkatkan jalur proyek hijau dan zona percontohan Belt and Road Initiative.
Dibutuhkan juga proyek percontohan serta memperdalam pertukaran dan mengeksplorasi integrasi lebih lanjut dengan strategi regional ASEAN.
Baca juga: Kotoran Hewan di Ragunan Jadi Energi Listrik Berkapasitas 234 kWh
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya