Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban TPPO Ungkap Praktik Sindikat Internasional, Bermula Tawaran dari Facebook

Kompas.com, 6 Oktober 2023, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Salah seorang korban kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Nur Fajri, menceritakan sejumlah praktik sindikat internasional yang menyiksanya bekerja paksa di luar negeri.

Fajri yang berasal dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) berhasil diselamatkan oleh Pemerintah Indonesia dan dipulangkan ke rumahnya.

Dia bercerita, awalnya dia mendapat informasi dan tawaran pekerjaan ke luar negeri, yakni Myanmar. Dari situ, dia merasa tertarik.

Baca juga: Serius Tangani TPPO, Kapolda Sulbar Resmikan Rumah Perlindungan Ibu dan Anak

“Saya ditawari pekerjaan, ada tes komputer dan bahasa inggris. Saya dinyatakan lulus, dan ditanggung biaya pesawat sampai di Myanmar, tapi belum ketemu orangnya,” ungkap Fajri di Makassar, Kamis (5/10/2023), sebagaimana dilansir Antara.

Fajri pun bertolak dari Makassar menuju Jakarta, hingga akhirnya tiba Myammar pada Desember 2022.

Sesampainya di sebuah hotel di negara tersebut, Fajri mendapat penempatan kerja di perbatasan Myamnar-Thailand, yakni di Mae Sot. Dia langsung merasa ada yang tidak beres.

Dia ingat betul bahwa saat itu, setelah mendapat penempatan di perbatasan, ada kendaraan yang menjemputnya dan membawanya ke arah hutan.

Dalam perjalanan, dia melewati tiga pos. Setiap posnya dijaga orang-orang yang menenteng senjata api. Ketika tiba di lokasi, dia dijemput tiga orang bersenjata api laras panjang.

Fajri kaget. Dia merasa ada di negeri antah berantah. Di sana dia disuruh masuk ke dalam asrama dengan banyak orang di dalamnya.

Baca juga: Tekan Kasus TPPO, Bakamla Tambah Kapal Patroli Tercepat di Indonesia

“Sepertinya base camp layaknya mafia. Ruangan sudah ditempatkan dan saya diberikan komputer, saya mulai curiga karena tugas saya costumer service, tapi malah jadi scammer (penipu),” ungkap dia.

Kawasan tersebut dijaga ketat oleh orang-orang bersenjata api. Dia tak bisa keluar. Mau tak mau, Fajri terpaksa bekerja di sana menjadi penipu di situs biro jodoh palsu milik sindikat tersebut.

“Nama akun saya itu Vanila, fotonya cewek Korea. Diberi user untuk masuk di situs biro jodoh, di situ saya disuruh bermain dan mengambil nomor-nomor calon korban,” jelasnya.

“Tapi bukan saya (yang) eksekusi, ada tim lain. Sudah ada bank data telpon, mereka tinggal menghubungi korbannya. Ada yang merasa nyaman kerja di situ, ada pula tidak, makanya disiksa kalau tidak dapat (korban),” sambungnya.

Rupanya, dia bukan satu-satunya orang Indonesia di sana. Fajri melihat beberapa saudara setanah air, termasuk orang-orang dari negara lain yang kondisinya sama seperti dirinya, terpaksa bekerja.

Selama berada di lokasi tersebut, Fajri mengaku tak diberi makan dengan laik. Para pekerja yang direkrut wajib menguasai komputer beserta perangkat jaringannya.

Baca juga: Waspada, Iklan Media Sosial Jadi Cara Baru Jerat Korban TPPO

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Pemerintah
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
LSM/Figur
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Pemerintah
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Swasta
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
Pemerintah
Survei Morgan Stanley: 80 Persen Investor Siap Tambah Alokasi Investasi Berkelanjutan
Survei Morgan Stanley: 80 Persen Investor Siap Tambah Alokasi Investasi Berkelanjutan
Pemerintah
Maybank Gandeng YKAN Berdayakan Petani Kakao Perempuan di Berau
Maybank Gandeng YKAN Berdayakan Petani Kakao Perempuan di Berau
Swasta
Dukung Pemerintah Bangun 33 PLTSa pada 2029, PLN Siap Jadi Kunci Ekosistem 'Waste-to-Energy'
Dukung Pemerintah Bangun 33 PLTSa pada 2029, PLN Siap Jadi Kunci Ekosistem "Waste-to-Energy"
BUMN
Ruang Terbuka Hijau untuk Lindungi Kesehatan Mental Seluruh Dunia
Ruang Terbuka Hijau untuk Lindungi Kesehatan Mental Seluruh Dunia
Pemerintah
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
LSM/Figur
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Advertorial
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
LSM/Figur
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Pemerintah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
LSM/Figur
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau