Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga, Masyarakat, dan Pemerintah Punya Peran Penting untuk Pulihkan Anak yang Jadi Korban Kekerasan

Kompas.com - 13/10/2023, 10:11 WIB
Nur Melati Syamdani,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

Sementara itu, pelaku akan menjadi agresif, mudah marah, tidak berempati, dan dijauhi temannya. Lalu, orang-orang yang melihat kejadian akan menganggap bahwa kekerasan merupakan hal yang biasa. Bahkan bisa jadi penonton menjadi pelaku karena ada kekhawatiran menjadi korban pada kemudian hari bila ia tidak jadi pelaku.

Melihat dampaknya, kekerasan terhadap anak perlu distop dan dihindari. Kalau kadung sudah ada kasusnya, maka korban harus segera dipulihkan. Pemulihan ini tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh korban, pihak eksternal harus membantu yang bersangkutan. Berikut ulasan mengenai mereka yang wajib berperan dalam pemulihan pada korban anak yang mengalami kekerasan.

Pertama, keluarga. Keluarga merupakan kelompok terkecil dan terdekat bagi anak. Keluarga menjadi sarana anak untuk belajar menghargai dan melindungi orang lain. Maka dari itu,
pengasuhan dari keluarga menjadi penting.

Pengasuhan anak merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan. Keluarga harus memberikan dukungan emosional kepada anak. Dukungan ini meliputi rasa empati, simpati, perhatian, dan kepedulian. Keluarga harus bisa membangun hubungan kelekatan antara orangtua dan anak.

Orangtua sebagai komponen penting dalam pengasuhan pun harus dapat menghargai dan mendengarkan pendapat anak sehingga kedekatan emosional dalam keluarga dapat terbangun dengan baik.

Baca juga: Dua Kali Jalani Layanan Trauma Healing, Kondisi Korban Kekerasan Anak di Tangsel Membaik

Kedua, masyarakat. Masyarakat dapat membantu anak yang mengalami kekerasan dengan menjadi pelopor dan pelapor. Artinya, masyarakat perlu mempelopori untuk berhenti melakukan tindak kekerasan dan melaporkan bila melihat tindak kekerasan terjadi.

Masyarakat juga berperan besar dalam menghilangkan stigma negatif terhadap anak yang menjadi korban kekerasan. Hal ini sekaligus membantu korban sembuh dari traumanya sehingga mampu bersosialisasi dengan lingkungannya.

Terakhir, peran pemerintah. Pemerintah melalui KPPPA melakukan pencegahan kekerasan melalui Sekolah Ramah Anak (SRA). SRA adalah upaya mengajak orang dewasa di sekolah untuk berperan sebagai orang tua dan sahabat siswa sehingga anak merasa lebih aman, nyaman, serta terbebas dari gangguan mental dan fisik.

Baca juga: 29 Kasus Kekerasan pada Anak Terjadi sejak Januari 2022 di Buleleng

Adapun program kampanye Roots Day yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk melakukan pencegahan dari tindakan perundungan dengan melibatkan siswa-siswi di sekolah.

Pemerintah juga melakukan pencegahan kekerasan di lingkungan rumah dengan upaya preventif dan promotif, melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Saat ini, telah terbentuk 257 Puspaga di 16 provinsi dan 231 kota/kabupaten.

Setiap korban kekerasan harus sembuh dari trauma yang terjadi akibat kekerasan. Apalagi, jika korban kekerasan tersebut seorang anak yang belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk menyembuhkan dirinya sendiri.

Lewat peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah, dalam pencegahan sekaligus pemulihan terhadap kekerasan yang dialami anak, maka di masa depan, anak bisa mendapat keamanan dan kenyamanan tanpa khawatir mendapat tindak kekerasan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com