KOMPAS.com – Pendanaan melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dinilai jauh dari kata cukup untuk membiayai transisi di Indonesia menuju dekarbonisasi di sektor energi.
Apalagi, tidak semua pendanaan JETP berupa hibah, melainkan pinjaman. Oleh karenanya, penggunaannya perlu dialokasikan secara cermat dan tepat.
Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) Moekti Handajani Soejachmoen mengatakan, pendaan JETP tidak cukup untuk transisi energi di Indonesia yang sangat ketergantungan terhadap fosil.
Baca juga: Bijak Mengelola Pendanaan JETP untuk Transisi Energi Berkeadilan
Hal tersebut disampaikan Moekti dalam diskusi publik bertajuk “Refleksi Kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2023: Menuju Regional Front-runner dalam Isu Iklim dan Transisi Energi” yang digelar oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) secara daring pada Jumat (20/10/2023).
Untuk diketahui, JETP menjanjikan pendanaan senilai 20 miliar dollar AS atau sekitar Rp 300 triliun untuk transisi dan dekarbonisasi energi di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, dana hibahnya hanya sebesar 160 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,4 triliun. Sisanya berupat utang.
Dalam JETP, diminta mengurangi puncak emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi 290 metrik ton karbon dioksida pada 2030 dan mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE) pada 2050.
Baca juga: Dokumen CIPP JETP Diundur, Begini Tanggapan IESR
Indonesia juga diminta untuk meningkatkan porsi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 34 persen dalam bauran energi nasionalnya.
“Banyak yang harus dikerjakan. Bahkan kalau kita transisi hanya mengikuti umur pembangkit, harus secara berkala menambahkan EBT dalam sistem (energi) kita,” kata Moekti.
Dia menambahkan, konsumsi energi Indonesia terus meningkat. Berkaca pada hal tersebut, menambahkan EBT ke dalam sistem energi tentu membutuhkan peningkatan yang besar.
Apalagi, lanjut Moekti, dalam skema JETP, Indonesia juga diminta untuk melakukan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Baca juga: Berkaca dari Afrika Selatan, Progres JETP di Indonesia Perlu Libatkan Publik
Tuntutan tersebut berimplikasi pada banyak hal, mulai dari pemotongan umur PLTU, rencana pembangunan PLTU baru, kontrak PLTU, dan lain-lain.
“JETP ini tidak 100 persen hibah. Selain tidak cukup, kita harus punya opsi lain dan seminimal mungkin utang,” jelas Moekti.
Dia menambahkan, meski dalam skema JETP bunga utangnya rendah, pinjaman tetaplah pinjaman yang harus dibayar.
Baca juga: Dana Hibah Buat JETP Cair Cuma Rp 2,4 Triliun
Di sisi lain, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa menuturkan, Indonesia membutuhkan Rp 749,6 triliun per tahun untuk dekarbonisasi.
Kebutuhan tersebut didasarkan oada penghitungan yang tertuang dalam Skenario Dekarbonisasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Suharso menjelaskan, transisi energi merupakan langkah kunci yang dengan sendirinya akan meninggalkan cara-cara konvensional dan menciptakan peluang ekonomi yang lebih baik.
Jika disandingkan, pendanaan dalam skema JETP sangat kecil dibandingkan kebutuhan per tahun Indonesia.
Baca juga: Menanti Implementasi JETP di Indonesia
Dari angka tersebut, dalam kondisi ideal, pemerintah dan swasta mengalokasikan 2 persen dari investasinya ke investasi hijau.
Namun, masih terdapat kesenjangan investasi sebesar Rp 458,2 triliun dari 2025-2060, sebagaimana dilansir dari pemberitaan Kompas.com.
Salah satu pekerjaan rumah yang masih besar ialah pensiun dini PLTU batu bara yang bersinggungan dengan persoalan teknologi, refinancing, dan lainnya.
Bappenas mendorong supaya proyek ini disokong dengan pendanaan campuran atau blended finance.
“Dan kita juga berharap ke depan semakin berkurang konsumsi bahan bakar fosil dan juga akhirnya akan menurunkan impor (energi fosil) kita,” ujar Soeharso dalam acara "Energy Transitions Conference & Exhibition dan Anugerah DEN 2023" di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Baca juga: PLN IP Siapkan Proyek-proyek Energi Terbarukan untuk Didanai JETP
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya