Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Memenuhi Hak 88 Juta Anak Indonesia

Kompas.com - 14/11/2023, 15:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK 1954, setiap 20 November, dunia memperingati hak-hak anak melalui perayaan Hari Anak Sedunia. Tahun ini, kita sekali lagi menegaskan komitmen ini, 64 tahun setelah Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Hak-Hak Anak.

Perayaan Hari Anak Sedunia memberikan kita kesempatan berharga untuk merefleksikan pentingnya kesejahteraan anak dalam memastikan keberhasilan pembangunan pada masa depan.

Bagi Indonesia, yang tengah merintis jalan menuju Visi Indonesia Emas 2045, generasi muda menjadi aset krusi dalam mencapai tujuan ambisius itu dua dekade mendatang.

Pada 2022, jumlah anak-anak diperkirakan mencapai 88,3 juta jiwa. Namun, di tengah harapan bonus demografi, krisis kesejahteraan masih menjadi isu yang mendera 1 dari 10 anak di Indonesia.

Saat ini, terdapat 10,42 juta anak yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional.

Jerat kemiskinan pada usia dini tak hanya disebabkan lemahnya pendapatan keluarga. Kehilangan orangtua juga menjadi risiko ketakpastian besar yang secara utama menyebabkan kesulitan sosioekonomi pada banyak anak.

Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, sebagaimana diberitakan Harian Kompas (31/10/2022), mencatat ada lebih dari 106.000 anak yatim piatu yang tinggal di 4.800 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).

Terjadinya pandemi tiga tahun silam telah menyebabkan 30.000 anak kehilangan orangtuanya.

Hal ini menciptakan tantangan yang mendalam dan kompleks dalam perjalanan pembentukan masa depan anak. Kesulitan ekonomi yang timbul membuat banyak anak harus terjun ke dalam angkatan kerja pada usia dini.

Jumlah pekerja anak pada 2022 tercatat mencapai 1,01 juta jiwa. Isu ini harus menjadi perhatian serius.

Keharusan mencari nafkah pada usia dini dapat memberikan dampak mendalam bagi kesejahteraan anak, serta mengorbankan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sebagaimana ditegaskan Dana Anak-Anak (UNICEF).

Pendidikan memberikan setiap anak peluang untuk membentuk masa depan yang sejahtera, aspek yang juga berdampak positif dalam pencapaian Visi Indonesia Emas 2045.

Namun, data Susenas 2022 mencatat sebanyak 22,52 persen anak putus sekolah sebelum menyelesaikan fase 12 tahun wajib belajar.

Disabilitas juga menjadi tantangan lainnya bagi dunia pendidikan. Data Susenas 2018 mencatat sebanyak 28 persen anak difabel tidak pernah mengenyam pendidikan.

Terdapat lebih dari 2,2 juta anak difabel, sementara lembaga pendidikan berkebutuhan khusus hanya ada sekitar 2.200 di seluruh negeri.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau