KOMPAS.com – Sejumlah ilmuwan menyampaikan, lapisan es dunia mencair lebih cepat dari yang diperkirakan. Mencairnya lapisan es memicu kenaikan permukaan air laut yang menimbulkan bencana.
Temuan tersebut disampaikan dalam laporan terbaru dari International Cryosphere Climate Initiative (ICCI) yang diterbitkan pada Kamis (16/11/2023).
Para ilmuwan tersebut mendesak para pemimpin dunia untuk melakukan aksi dan kesepakatan iklim yang ambisius, terutama menjelang KTT Iklim PBB COP28 pada akhir bulan ini.
Baca juga: Dari Gunung Everest, Sekjen PBB Ungkap Es Pegunungan Himalaya Banyak yang Mencair
Laporan ICCI tersebut mengatakan, jika suhu rata-rata global naik 2 derajat celsius dibandingkan era pra-industri, Bumi akan mengalami kenaikan permukaan air laut lebih dari 1,2 meter.
Serangkaian penelitian baru-baru ini menunjukkan, Bumi berada pada jalur untuk memanas lebih dari 2 derajat celsius bila tidak ada aksi yang cepat dan segera untuk memangkas emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab utama pemanasan global.
“Kita mungkin akan mencapai ambang batas suhu yang telah kita bicarakan sejak lama, lebih cepat daripada yang kita pikirkan beberapa tahun lalu,” kata Rob DeConto, Direktur Fakultas Kebumian dan Keberlanjutan University of Massachusetts Amherst sekaligus salah satu penulis laporan ICCI.
Dia menambahkan, naiknya suhu Bumi juga akan semakin memperparah pencairan lapisan es di seluruh dunia dibandingkan perkirakan beberapa tahun lalu, sebagaimana dilansir NBC News.
Baca juga: Bahaya, Lapisan Es Antarktika Menyusut Drastis dalam 25 Tahun
Tanpa adanya perubahan drastis dalam laju aksi iklim, kata DeConto, permukaan air laut akan naik lebih cepat dan lebih tinggi, berpotensi membuat umat manusia tidak dapat beradaptasi.
Dalam laporan ICCI, para ilmuwan berpendapat bahwa kenaikan suhu global sebesar 2 derajat celsius akan memaksa banyak orang meninggalkan wilayah pesisir.
“Kita membuat jutaan orang terpaksa mengungsi karena keputusan yang diambil saat ini,” kata Julie Brigham-Grette, seorang profesor geosains di University of Massachusetts Amherst sekaligus penulis laporan.
Lebih dari 60 ilmuwan berkontribusi pada laporan ini. Banyak di antara mereka adalah pakar di bidangnya, dan beberapa diantaranya pernah mengerjakan laporan sebelumnya untuk Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) di PBB.
Dalam laporan IPCC pada 2021, para ilmuwan memperkirakan bahwa permukaan air laut akan naik sekitar 0,28 hingga 1,01 meter pada 2100.
Baca juga: Es Laut Antarktika Alami Rekor Terendah di Musim Dingin
Namun, angka-angka tersebut juga tidak memperhitungkan ketidakpastian di sekitar lapisan es seperti yang telah diteliti lebih dalam oleh para ilmuwan lain dalam beberapa tahun terakhir.
Penelitian ICCI tersebut menunjukkan, mencairnya lapisan es merupakan penyebab kekhawatiran yang lebih besar dibandingkan perkiraan IPCC.
“Banyak ilmuwan lapisan es sekarang percaya bahwa pada suhu 2 derajat celsius, hampir seluruh Greenland, sebagian besar Antartika Barat, dan bahkan bagian-bagian yang rentan di Antartika Timur akan memicu kenaikan permukaan laut dalam jangka panjang dan tak terhindarkan, bahkan jika suhu udara menurun kemudian,” tulis laporan ICCI.
Laporan baru ini juga menguraikan bagaimana berkurangnya gletser di pegunungan mengancam debit air pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan membahayakan sumber air minum.
Lapisan es yang mencair juga dapat meningkatkan pemanasan dengan melepaskan sejumlah besar metana.
Baca juga: 10.000 Anak Penguin Kaisar Mati karena Es Laut Mencair, Pemanasan Global Jadi Biang Keladi
Tahun ini, para ilmuwan telah mengamati sejumlah tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada es di dunia.
Es laut di Antarktika mencapai titik terendahnya sejak para ilmuwan mulai melakukan pengukuran pada 1979.
Hal ini merupakan tanda bahwa perubahan iklim dapat memberikan dampak pada wilayah yang dulunya lebih tangguh terhadap es laut.
Gletser Swiss kehilangan sekitar 10 persen massanya dalam dua tahun terakhir, kata laporan tersebut. Dan Greenland mengalami pencairan es tertinggi kedua dalam sejarah.
Para peneliti ICCI berharap, laporan tersebut dapat memengaruhi negosiasi di COP28 yang dijadwalkan berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) mulai 30 November hingga 12 Desember.
Baca juga: Penyusutan Es Laut Antarktika pada Juli Pecahkan Rekor
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya