KUPANG, KOMPAS.com - Masalah stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat perhatian serius dari sejumlah pihak.
Tanoto Foundation bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN) Provinsi NTT Kembali menggelar panel diskusi bersama puluhan wartawan di Provinsi yang berbatasan dengan negara Timor Leste dan Australia.
Diskusi ini membahas isu stunting untuk mendapat masukan dan pandangan dalam kontribusi menyelesaikan masalah stunting di NTT.
External Communications Manager Tanoto Foundation Patrick Hutajulu mengatakan, ingin berkontribusi dan berkolaborasi dengan semua pihak untuk membantu pemerintah menuntaskan masalah stunting di NTT.
Baca juga: Angka Stunting di NTT Turun Signifikan dalam 5 Tahun Terakhir
Menurut Patrick, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, yang turunannya adalah Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN Pasti).
Untuk itu, Tanoto Foundation ingin ikut terlibat dalam program RAN Pasti, dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan keluarga yang berisiko, intervensi gizi, dan kolaborasi pentahelix antara pemerintah dengan swasta, institusi pendidikan, masyarakat, dan media.
"Kita berharap, melalui kegiatan ini ada input atau solusi dari media guna menurunkan angka stunting di NTT," kata Patrick, Selasa (21/11/2023).
Kepala Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT Ruth Diana Laiskodat menambahkan, jumlah anak stunting di NTT hingga Februari 2023 adalah 15,7 persen atau 67.538 anak.
Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan 2022 yaitu 17,7 persen atau 77.338 anak.
Ruth menuturkan, NTT bukan lagi Provinsi terstunting di Indonesia, berada di posisi 31 dari 37 Provinsi. Posisi ini tidak membuatnya bangga.
Baca juga: Penyerapan Dana Menu Stunting di NTT Baru 38 Persen
Namun demikian, apresiasi harus diberikan kepada pemerintah bersama semua pihak yang sudah bekerja dan berjuang mengatasi stunting di NTT.
"Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak,” kata Ruth.
Di tempat yang sama, CEO Tribun News Dahlan Dahi menimpali, peran media harus lebih mengedepankan nilai kemanusiaan dalam pemberitaan masalah stunting.
Dia mengakui nilai pemberitaan terkait stunting tidaklah begitu menarik, namun sebagai jurnalis, ia mengajak semua wartawan untuk menulis sisi human interest dari kasus stunting yang masih terjadi karena masalah stunting bukan hal sepele.
“Rekan-rekan wartawan semua tahu pemberitaan terkait stunting tidaklah begitu menarik dan bukanlah isu yang seksi, namun sebagai jurnalis mari kita angkat sisi human interest dari kejadian ini, agar semua pihak mau peduli dengan masalah stunting ini," kata dia.
Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi NTT Mikhael Yance Galmin memaparkan definisi keluarga berisiko stunting yakni keluarga sasaran yang memiliki faktor risiko untuk melahirkan anak stunting.
Keluarga sasaran terdiri dari calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, keluarga dengan anak 0-23 bulan, dan keluarga dengan anak 24-59 bulan.
Baca juga: Cegah Stunting dari Hulu, Masa Remaja Perlu Terapkan Pola Hidup Sehat
Selain itu, ada penapisan faktor risiko yang mudah diamati dan memenuhi signifikansi dalam mempengaruhi terjadinya stunting, yaitu sanitasi, akses air bersih, dan kondisi 4T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, terlalu banyak).
Menyadari hal itu, pihaknya terus turun ke lapangan melakukan aksi pembagian makanan tambahan, sekaligus monitor berkala, lalu melakukan zoom secara berkala dengan pemerintah kabupaten atau kota.
Termasuk juga, surat dari Pimpinan Provinsi kepada pimpinan kab dan kota, lalu Koordinasi dengan Stakeholder (Bappelitbangda, Badan Keuangan), dengan capaian output kegiatan yakni kerjasama dengan Gereja/KUA untuk calon pengantin, kerjasama dengan organisasi profesi untuk AKS dan optimalisasi tugas Penyuluh KB dalam mendampingi TPK.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya