Sebanyak 40 persen perusahaan di Indonesia merasa sangat puas dengan kualitas data keberlanjutan yang mereka kumpulkan, naik 10 poin dari tahun lalu (30 persen) dan berada di atas angka global sebesar 23 persen.
Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengukur data keberlanjutan secara langsung tanpa mengandalkan asumsi dan perkiraan.
Baca juga: Transisi Energi Harus Berbasis Keberlanjutan dan Pelibatan Warga Lokal
Perusahaan-perusahaan di Indonesia masih tertinggal dari perusahaan-perusahaan lain di dunia dalam hal mengukur polusi air secara langsung (23 persen di Indonesia vs. 31 persen di dunia), polusi udara (11 persen vs. 13 persen), dan kerusakan alam (18 persen vs. 22 persen).
"Jika data keberlanjutan kita tidak lengkap, maka keputusan yang kita ambil untuk meningkatkan kesehatan planet dan bisnis kita akan diragukan," lanjut McNamara.
Kuncinya adalah mencatat dan melaporkan data keberlanjutan yang akurat, terperinci, dan dapat diaudit, serta mengintegrasikannya dengan data keuangan untuk mengambil keputusan bisnis yang tepat.
Hal ini menjadi sangat penting mengingat bisnis di Indonesia menggunakan data keberlanjutan untuk mengambil keputusan saat ini.
Sembilan dari sepuluh (92 persen) perusahaan di Indonesia menggunakan data keberlanjutan untuk menginformasikan pengambilan keputusan strategis dan operasional pada tingkat yang cukup kuat.
Baca juga: Transisi Energi Harus Berbasis Keberlanjutan dan Pelibatan Warga Lokal
Hanya satu persen yang tidak menggunakan data keberlanjutan dalam pengambilan keputusan sama sekali.
Namun, ada tanda-tanda kemajuan yang positif. Delapan dari sepuluh (84 persen) perusahaan di Indonesia melaporkan bahwa mereka melakukan pelacakan emisi Cakupan 1 dengan tingkat sedang atau kuat, sementara itu, angka tersebut mencapai 81 persen untuk emisi Cakupan 2, dan 80 persen untuk emisi Cakupan 3.
Demikian pula, bisnis di Indonesia membuat tuntutan keberlanjutan di seluruh ekosistem mereka. Lebih dari tiga perempat (84 persen) responden mengatakan bahwa mereka membutuhkan data keberlanjutan dari pemasok mereka dan 82 persen meminta data dampak lingkungan dari mitra seperti logistik dan pemenuhan pada tingkat yang moderat hingga kuat.
"Manfaat mengintegrasikan data keberlanjutan dan hasil ke dalam bisnis inti sudah jelas," pungkas McNamara.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya