Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 6 Desember 2023, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil pada 2023 atau tahun ini diperkirakan mencapai rekor tertingginya yakni 36,8 miliar ton.

Angka tersebut meningkat 1,1 persen dibandingkan tingkat tahun 2022 dan 1,4 persen di atas tingkat sebelum pandemi, menurut data awal.

Ditambah dengan emisi yang berasal dari alih fungsi lahan, seperti deforestasi, total emisi karbon dioksida global kemungkinan akan mencapai 40,9 miliar ton.

Baca juga: Demi Indonesia Bebas Emisi, SMI Jalin Kerja Sama dengan UNOPS

Perkiraan tersebut tertuang dalam laporan Global Carbon Budget 2023 yang disusun oleh para peneliti dari lebih dari 90 institusi di seluruh dunia dan diterbitkan pada Selasa (5/12/2023) oleh Global Carbon Project.

Dalam laporan tersebut, emisi dari semua jenis bahan bakar mengalami peningkatan, sebagaimana dilansir Earth.org.

Secara khusus, emisi dari batu bara, yang menyumbang 41 persen dari emisi total global, diperkirakan akan meningkat sebesar 1,1 persen.

Sebagian peningkatan emisi dari pembakaran batu bara tersebut disebabkan oleh peningkatan yang signifikan di beberapa negara seperti India dan China, meskipun AS dan Uni Eropa perlahan-lahan mengurangi konsumsinya.

Baca juga: Indonesia Perlu Tingkatkan Ambisi Penurunan Emisi

Hal yang sama juga berlaku pada minyak bumi, yang mewakili 32 persen emisi global dan diproyeksikan meningkat 1,5 persen pada tahun ini.

Terakhir, peningkatan emisi gas alam di AS, China, dan India merupakan penyebab kenaikan emisi gas alam global yang diperkirakan sebesar 0,5 persen.

Meski dunia sudah bergerak maju dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan yang terjadi dinilai masih sangat lambat dan belum cukup luas untuk menempatkan dunia pada jalur yang tepat untuk mencapai net zero emission (NZE).

Laporan tersebut juga memperkuat temuan terbaru yang menunjukkan, bila tingkat emisi tidak bisa dikendalikan, ambang kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat celsius bisa terlampaui dalam tujuh tahun.

Baca juga: Penghasil Emisi Harus Dipajaki Lebih Tinggi

Royal Society Research Professor dari School of Environmental Sciences University of East Anglia Corinne Le Quere menyampaikan, data tersbut membuktikan bahwa upaya membatasi kenaikan emisi sangat belum cukup.

“Namun beberapa tren emisi mulai berkurang, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iklim bisa efektif,” kata Le Quere.

“Semua negara perlu melakukan dekarbonisasi perekonomiannya lebih cepat dibandingkan saat ini untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim,” tambahnya.

Laporan tersebut dirilis ketika pembicaraan iklim semakin intensif dalam KTT COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).

Profesor Pierre Friedlingstein, dari Exeter’s Global Systems Institute berujar, para pemimpin dalam COP28 harus menyetujui pengurangan emisi bahan bakar fosil secara cepat.

Baca juga: Emisi dari Segelintir Konglomerat Dunia Setara 5 Miliar Orang

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
Pemerintah
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau