Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 5 Desember 2023, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – KTT Iklim COP28 yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat (UEA) Arab mulai 30 November hingga 12 Desember diharapkan dapat memperkuat komitmen semua negara, termasuk Indonesia, untuk memangkas emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2030.

Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menyampaikan, dalam Global Stocktake, janji dan realisasi penurunan emisi masih jauh untuk mencapai target Paris Agreement.

Setelah COP28, semua negara perlu meninjau kembali target iklim nasionalnya atau Nationally Determined Contribution (NDC) serta membuat target mitigasi krisis iklim yang lebih ambisius.

Baca juga: Penghasil Emisi Harus Dipajaki Lebih Tinggi

Berdasarkan laporan diskusi Inventarisasi Global atau Global Stocktake UNFCCC tahun 2023, komitmen negara-negara di dunia yang tercantum pada NDC-nya tidak sejalan dengan Persetujuan Paris.

Hal ini akan menyulitkan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global sebesar 43 persen pada 2030 dari tingkat emisi 2010 dan 60 persen di 2035 dan nir emisi pada 2050.

Tidak hanya itu, dengan target NDC yang disampaikan dalam COP27, suhu bumi pada 2050 diperkirakan melampaui target Persetujuan Paris.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menuturkan, Indonesia perlu menyampaikan target penurunan emisi yang lebih ambisius dan peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim dalam Second NDC (SNDC) yang rencananya akan disampaikan 2025.

Baca juga: Emisi dari Segelintir Konglomerat Dunia Setara 5 Miliar Orang

Agar selaras dengan target Perjanjian Paris yang mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius, tingkat emisi pada 2030 harusnya tidak lebih dari 850 juta ton untuk seluruh sektor.

Sementara di sektor kelistrikan, transisi energi ditandai dengan target 44 persen bauran energi terbarukan di 2030.

“Meskipun target bauran energi terbarukan tersebut tercapai, belum dapat membuat emisi sektor kelistrikan mencapai level di bawah 200 juta ton karbon dioksida, sesuai dengan jalur 1,5 derajat celsius,” kata Fabby dalam keterangan tertulis.

Baca juga: Emisi Gas Rumah Kaca Global Pecahkan Rekor, Karbon Dioksida Melonjak 50 Persen

Dia menyampaikan, selain penambahan energi terbarukan, masih diperlukan pemensiunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara antara 8 gigawatt (GW) sampai 9 GW sebelum 2030.

Pada 2025, Indonesia perlu meningkatkan ambisinya dalam Enhanced NDC yang saat ini hanya membidik target penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

Target ini dibuat dengan membandingkan proyeksi business as usual (BAU) 2010.

Peningkatan target ambisi ini lebih tinggi dari target saat ini dan bertujuan agar Pemerintah Indonesia dapat tetap menetapkan target ambisi iklim yang lebih relevan untuk sejalan dengan target Persetujuan Paris agar pemanasan global tidak melebihi 1,5 derajat celsius.

Baca juga: Emisi GRK China Bakal Menurun Struktural Mulai 2024

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau