KOMPAS.com – KTT iklim COP28 d Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), molor dari jadwal yang ditentukan dari sedianya berakhir pada Selasa (12/12/2023), memasuki masa perpanjangan waktu pada Rabu (13/12/2023).
Para delegasi masih belum menyepakati penghapusan bahan bakar fosil dalam kesepakatan akhir. Proses negosiasi berjalan alot.
Presiden COP28 Sultan Al Jaber menggelar pertemuan dengan negosiator terkemuka dari seluruh dunia hingga Rabu larut malam guna mencapai konsensus di antara hampir 200 negara.
Baca juga: AS: KTT COP28 Kesempatan Terakhir untuk Capai Batas Pemanasan Global
“Kami hampir mencapai kesepakatan,” kata sumber yang dekat dengan presiden COP28 kepada AFP ketika perundingan terus berlanjut.
Di sisi lain, utusan iklim AS John Kerry mengatakan, progresnya berjalan baik, sebagaimana dilansir AFP.
Menteri Perubahan Iklim Australia Chris Bowen juga berucap, kemajuan bagus telah dicapai.
Pada Senin (11/12/2023), Al Jaber mengusulkan rancangan kesepakatan akhir yang isinya tidak menyebutkan penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap.
Baca juga: Bunga-bunga Janji dalam COP28 Tak Cukup Cegah Pemanasan Global
Salah satu opsi dalam rancangan kesepakatan akhir menyebutkan, negara-negara “dapat” mengurangi konsumsi dan produksi bahan bakar fosil.
Naskah tersebut ditolak oleh sejumlah besar negara, termasuk AS, Uni Eropa, dan negara kepulauan kecil yang terdampak perubahan iklim.
Pada Rabu, muncul teks yang memuat opsi keharusan untuk transisi energi dimulai pada dekade ini dengan cara yang adil, bertahap, dan merata.
Opsi penghentian bertahap bahan bakar fosil masih belum ada.
Baca juga: Sekjen PBB Desak COP28 Sepakat Setop Bahan Bakar Fosil
Kantor iklim PBB dan presiden COP28 mengatakan, teks tersebut tidak resmi.
Negara-negara kini menunggu rancangan resmi yang dijadwalkan dirilis pada Rabu pukul 06.00 pagi waktu setempat atau sekitar 09.00 WIB dengan sidang pleno dijadwalkan beberapa jam kemudian.
“Kami sedang menunggu rancangan untuk bereaksi,” kata Toeolesulusulu Cedric Schuster dari Samoa, ketua Aliansi Negara Pulau dan Kepulauan Kecil, kepada AFP.
Baca juga: Kesepakatan dengan Ambisi Iklim Tinggi Jadi Kemenangan COP28
Lebih dari 130 negara kini telah bergabung untuk menyerukan penghapusan bahan bakar fosil.
Kepala bidang iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra mengatakan, mayoritas dari dari hampir 200 negara yang ikut serta dalam perundingan tersebut menginginkan tindakan yang lebih kuat terhadap bahan bakar fosil.
Arab Saudi, Kuwait, dan Irak adalah negara-negara yang paling vokal menentang penghentian bahan bakar fosil.
Menteri Perminyakan Irak Hayyan Abdul Ghani Al Sawad sempat menyampaikan, bahan bakar fosil akan tetap menjadi sumber energi utama di seluruh dunia.
Baca juga: COP28 Masuki Babak Akhir, Penghapusan Bahan Bakar Fosil Jadi Perdebatan Sengit
Para negosiator dari Barat sebelumnya telah mengisyaratkan bahwa mereka terbuka untuk mengkompromikan bahasa dalam rancangan berikutnya.
Dan Jorgensen dari Denmark, salah satu menteri perubahan iklim yang bertugas memimpin perundingan, menyampaikan COP28 perlu memperjelas bahwa akhir bahan bakar fosil sudah dekat.
Vanessa Nakate, seorang aktivis iklim terkemuka dari Uganda, memperingatkan kegagalan penghapusan bahan bakar fosil akan membuat dunia kehilangan kepercayaan terhadap COP.
“Jika para pemimpin gagal mengatasi akar penyebab krisis iklim setelah 28 tahun mengadakan konferensi iklim, maka mereka tidak hanya mengecewakan kita, tapi juga membuat kita kehilangan kepercayaan terhadap keseluruhan proses COP,” ujarnya.
Baca juga: COP28: Pemimpin OPEC Desak Anggota dan Mitra Tolak Penghapusan Energi Fosil
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya