Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/12/2023, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Setelah mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada tahun ini, permintaan batu bara global diperkirakan akan menurun di tahun-tahun mendatang.

Proyeksi tersebut disampaikan oleh International Energy Agency (IEA) dalam laporan pasar batu bara tahunan.

Untuk kali pertama, laporan tersebut memperkirakan penurunan permintaan batu bara global dalam proyeksinya.

Baca juga: Para Pemain Batu Bara dan Migas Dunia Ramai-Ramai Datangi COP28

Pada 2023, permintaan batu bara dunia melampaui 8,5 miliar ton atau meningkat 1,4 persen dibandingkan periode sebelumnya.

Setelah 2023, permintaan batu bara global diproyeksikan turun sebesar 2,3 persen pada 2026 dibandingkan dengan tingkat tahun 2023, bahkan tanpa adanya penerapan atau penerapan kebijakan energi bersih dan iklim yang lebih kuat.

Penurunan ini didorong oleh perluasan energi terbarukan besar-besaran yang mulai beroperasi dalam tiga tahun antara 2024 hingga 2026.

Lebih dari separuh perluasan kapasitas energi terbarukan global terjadi di China, yang saat ini menyumbang lebih dari separuh permintaan batu bara dunia.

Baca juga: 2 Tahun Berturut-turut Pembangunan PLTU Batu Bara Dunia Menurun

Karena masifnya pengembangan energi terbarukan, permintaan batu bara China diperkirakan akan menurun pada 2024 dan mencapai titik stabil pada 2026.

Prospek batu bara di China di tahun-tahun mendatang akan sangat dipengaruhi laju penerapan energi terbarukan, kondisi cuaca, dan perubahan struktural dalam perekonomian China.

Proyeksi penurunan permintaan batu bara global dapat menandai titik balik bersejarah. Namun, konsumsi global diperkirakan akan tetap melebihi 8 miliar ton hingga 2026.

Untuk menurunkan emisi yang selaras dengan target Perjanjian Paris, penggunaan batu bara harus dikurangi secara signifikan lebih cepat.

Baca juga: India Nyatakan Masih Belum Bisa Tinggalkan Batu Bara

Direktur Pasar dan Keamanan Energi IEA Keisuke Sadamori mengatakan, dunia sebenarnya telah melihat penurunan permintaan batu bara global beberapa kali.

“Namun penurunan tersebut hanya berlangsung singkat dan disebabkan oleh peristiwa luar biasa seperti runtuhnya Uni Soviet atau krisis Covid-19. Kali ini tampaknya berbeda, karena penurunannya lebih bersifat struktural, didorong oleh perluasan teknologi energi ramah lingkungan yang besar dan berkelanjutan,” kata Sadamori, dikutip dari siaran pers IEA.

“Titik balik dalam sektor batu bara jelas sudah di depan mata. Meskipun laju perluasan energi terbarukan di negara-negara utama Asia akan menentukan apa yang akan terjadi selanjutnya, dan diperlukan upaya yang lebih besar untuk memenuhi target iklim internasional,” sambungnya.

Laporan IEA tersebut menemukan, pergeseran permintaan dan produksi batu bara ke Asia semakin cepat.

Baca juga: Dampak Transisi Energi di Daerah Penghasil Batu Bara Perlu Diperhatikan

Tahun ini, China, India, dan Asia Tenggara diperkirakan menyumbang tiga perempat dari konsumsi global, naik dari hanya sekitar seperempat pada 1990.

Konsumsi di Asia Tenggara diperkirakan akan melebihi konsumsi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa untuk pertama kalinya.

Hingga 2026, India dan Asia Tenggara merupakan satu-satunya kawasan dengan konsumsi batu bara yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan.

Di negara-negara maju, perluasan energi terbarukan di tengah lemahnya pertumbuhan permintaan listrik diperkirakan akan terus mendorong penurunan struktural konsumsi batu bara.

Baca juga: Transisi Energi Bukan Sekadar Memensiunkan PLTU Batu Bara

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau