KOMPAS.com - Sebuah laporan yang dibuat oleh Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menunjukkan fakta menarik terkait konsumsi listrik.
Laporan menunjukkan pada rentang waktu tahun ini hingga 2050 mendatang, kapasitas peralatan pendingin global akan meningkat tiga kali lipat, yang mengakibatkan konsumsi listrik meningkat lebih dari dua kali lipat.
Rilis tersebut tertera dalam Global Cooling Watch Report 2023: Menjaga suhu tetap dingin menyoroti pentingnya pendinginan pasif sebagai alternatif pengganti AC yang boros energi.
Pendinginan memiliki dampak beban ganda terhadap iklim. Misalnya, AC dan lemari es mempunyai emisi tidak langsung dari konsumsi listrik, serta emisi langsung dari pelepasan gas pendingin.
Hal ini sebagian besar lebih berpotensi membuat bumi menjadi panas, dibandingkan karbon.
Pada 2050, jika manusia tidak secara drastis menurunkan emisi gas rumah kaca, hampir 1.000 kota akan mengalami rata-rata suhu tertinggi di musim panas sebesar 35°C, hampir tiga kali lipat dari angka saat ini.
Baca juga: Mulai 2024, AC Bintang 1 Tak Boleh Beredar Lagi di Indonesia, Mengapa?
Populasi perkotaan yang terkena suhu tinggi ini juga dapat meningkat hingga 800 persen dan mencapai 1,6 miliar pada pertengahan abad ini.
Adapun tahun lalu, UNEP meluncurkan Nature for Cool Cities Challenge sebagai bagian dari Cool Coalition, sebuah jaringan global yang menghubungkan lebih dari 80 mitra yang bertujuan untuk mendorong transisi global yang cepat menuju pendinginan yang efisien dan ramah iklim.
Dilansir dari Unep, Kamis (4/1/2024), berikut beberapa alternatif pengganti AC yang dapat membantu menjaga kesejukan tanpa meningkatkan emisi, di tiga kota di dunia.
Terletak di pinggiran kota Koudougou, Burkina Faso, Afrika Barat, Sekolah Menengah Schorge menjadi gambaran perpaduan teknik tradisional dan material baru.
Sekolah ini terdiri dari sembilan bagian yang disusun mengelilingi halaman tengah, melindungi ruang tengah dari angin dan debu.
Setiap bagian dibangun dari batu bata laterit yang berasal dari lokal, yang menyerap panas pada siang hari dan memancarkannya di malam hari.
Fasad sekunder yang terbuat dari kayu eukaliptus lokal membungkus ruang kelas seperti kain transparan dan menciptakan ruang teduh untuk melindungi siswa dari suhu siang hari yang panas.
Aliran Cheonggyecheon sepanjang 11 kilometer di pusat kota Seoul tersembunyi di bawah jalan 10 jalur dan jalan raya empat jalur hingga tahun 2005.
Kemudian, pemerintah daerah membongkar infrastruktur dan merevitalisasi sungai tersebut.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya