Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terancam Punah, Ini 9 Kucing yang Dilarang Dipelihara di Rumah

Kompas.com, 8 Januari 2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia memiliki beragam satwa unik dan wajib dijaga kelestariannya, salah satunya adalah jenis kucing hutan.

Ada berbagai spesies kucing hutan di Indonesia. Akan tetapi, keberadaannya terancam punah karena berbagai hal mulai dari perburuan hingga rusaknya habitat.

Selain itu, karena keunikannya, kucing hutan juga diburu untuk dipelihara. Padahal, seharusnya kucing hutan dibiarkan di alam karena perannya sangat vital dalam rantai makanan.

Baca juga: Berbagai Aktivitas Manusia Sebabkan 1.400 Spesies Burung Punah

Salah satu upaya menjaga eksistensi kucing hutan adalah dengan melindunginya melalui peraturan perundang-undangan

Pada 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan daftar terbaru tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 yang terbit pada tanggal 29 Juni 2018.

Berikut sembilan satwa mamalia keluarga kucing (Felidae) yang dilarang dipelihara karena terancam punah menurut peraturan tersebut.

Baca juga: 2.000 Spesies di Seluruh Dunia Dinyatakan Terancam Punah

1. Kucing merah

Kucing Merah (Pardofelis badia) di wilayah hutan lindung Kalabakan, Sabah, Malaysia, tertangkap kamera.Oliver Wearn/SAFE Project Kucing Merah (Pardofelis badia) di wilayah hutan lindung Kalabakan, Sabah, Malaysia, tertangkap kamera.

Kucing merah (Catopuma badia) adalah hewan endemik Pulau Kalimantan yang termasuk kelompok satwa langka.

Kucing merah memiliki bulu berwarna merah kastanye yang gelap dan berbintik samar dengan kepala yang pendek dan bulat berwarna coklat keabu-abuan.

Ukuran kucing merah hampir sama dengan kucing rumahan yang besar. Beratnya antara 3 hingga 4 kilogram (kg) dengan panjang sekitar 92 sentimeter (cm), termasuk ekor.

Kucing merah hanya ditemukan di Pulau Kalimantan dan tampaknya tersebar luas di pulau itu. Daerah berhutan yang luas di Pulau Kalimantan dianggap sebagai habitat yang cocok untuk kucing merah.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengkategorikan kucing emas sebagai endangered atau genting dengan perkiraan populasi dewasa hanya 2.200 ekor.

Baca juga: Ikan Pari Jawa Dinyatakan Punah, Aktivitas Manusia Jadi Penyebabnya

2. Kucing emas

Kucing Emas atau Catopuma temminckiiShutterstock Kucing Emas atau Catopuma temminckii

Habitat kucing emas (Catopuma temminckii) tersebar du wilayah tropis dan subtropis di Asia barat daya, mulai dari China dan India, hingga Semenanjung Melayu, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Jika dibandingkan dengan kucing kampung, kucing emas memiliki ukuran dan suara yang berbeda.

Tak jarang, warga yang melihat kucing emas kerap mengira sebagai anak harimau.

Kendati disebut kucing emas, warna bulunya cukup bervariatif. Ada yang berwarna emas kecokelatan, cokelat, hitam, merah rubah, dan abu-abu.

IUCN mengkategorikan kucing merah sebagai near threatened atau hampir terancam.

Baca juga: Harimau Sunda Terancam Punah, Berikut Upaya yang Bisa Kita Lakukan

3. Macan dahan sunda

Macan dahan yang ditangkap dari kolong rumah warga di Inhu, Riau, diamankan di kandang transit BBKSDA Riau, Sabtu (21/7/2018). Kompas.com/dok. BBKSDA RiauKontributor Pekanbaru, Idon Tanjung Macan dahan yang ditangkap dari kolong rumah warga di Inhu, Riau, diamankan di kandang transit BBKSDA Riau, Sabtu (21/7/2018). Kompas.com/dok. BBKSDA Riau

Macan dahan sunda (Neofelis diardi) memiliki habitat di Sumatera dan Kalimantan.

Spesies ini memiliki ukuran tubuh panjang dari ujung hidung sampai ujung ekor 1,5 meter atau lebih.

Warna macan dahan cukup bervariasi dari coklat pasir sangat pucat sampai sangat gelap. Spesies ini memiliki pola bercak-bercak seperti awan pada sisi tubuh.

Macan dahan memiliki gigi-gigi taring atas relatif sangat besar dibandingkan dengan ukuran tengkoraknya.

Macan dahan adalah jenis kucing terbesar di Kalimantan sekaligus menjadi predator puncak di sana. Peran ekologisnya sangat penting karena menjaga keseimbangan populasi satwa mangsa.

IUCN mengkategorikan kucing merah sebagai vulnerable atau rentan dengan perkiraan populasi dewasa hanya 4.500 ekor.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Kehidupan Tumbuhan Jadi Punah

4. Macan tutul jawa

Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) terekam oleh kamera jebakan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat, 1 November 2012.CIFOR Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) terekam oleh kamera jebakan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat, 1 November 2012.

Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) merupakan satwa endemik di Pulau Jawa.

Populasinya juga diperkirankan terus menyusut karena berkurangnya habitat, perburuan, dan lain-lain.

Oleh IUCN, macan tutul jawa masuk kategori critically endangered atau kritis.

5. Harimau sumatera

Harimau Sumatera di Taman Satwa Taru Jurug, Surakarta, Jawa Tengah DOK. Shutterstock Harimau Sumatera di Taman Satwa Taru Jurug, Surakarta, Jawa Tengah DOK. Shutterstock

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) memiliki habitat asli di Sumatera. Kucing besar ini merupakan satu-satunya jenis harimau asli Indonesia yang masih hidup.

Jenis lainnya, yaitu harimau Jawa dan harimau Bali, telah punah.

IUCN mengkategorikan harimau sumatera sebagai critically endangered atau kritis karena populasinya tercatat hanya tinggal 400 sampai 500 ekor saja.

6. Kucing batu

Kucing batu (Pardofelis marmorata) banyak ditemukan di hutan Sumatera dan Kalimantan. Di luar Indonesia, kucing batu tersebar di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Kucing batu berukuran sedang dan banyak diburu karena corak bulunya yang indah.

IUCN mengkategorikan kucing batu sebagai near threatened atau hampir terancam.

Baca juga: 40,7 Persen Spesies Amfibi Terancam Punah karena Perubahan Iklim

7. Kucing kuwuk

Seekor kucing kuwuk/babiat ri (Prionailurus bengalensis) diserahkan oleh seorang warga Desa Damuli Pekan/Siranggong Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam melalui petugas Seksi Konservasi Wilayah III Kisaran pada Rabu (8/1/2020).Dok. BBKSDA Sumut Seekor kucing kuwuk/babiat ri (Prionailurus bengalensis) diserahkan oleh seorang warga Desa Damuli Pekan/Siranggong Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam melalui petugas Seksi Konservasi Wilayah III Kisaran pada Rabu (8/1/2020).

Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) adalah jenis kucing hutan yang umum diketahui masyarakat Indonesia.

Bahkan, kucing ini banyak diperjualbelikan secara ilegal. Keberadaannya masih cukup tinggi dan dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia.

Ukuran kucing kuwuk urang lebih sebesar kucing domestik. IUCN mengkategorikan kucing kuwuk sebagai least concern atau berisiko rendah.

8. Kucing tandang

Kucing kepala datar, salah satu kucing hutan di IndonesiaShutterstock Kucing kepala datar, salah satu kucing hutan di Indonesia

Kucing tandang (Prionailurus planiceps) memiliki bentuk kepala yang unik dengan bulu berwarna abu-abu seperti tupai.

Kucing tandang merupakan kucing hutan endemik Asia Tenggara. Di Indonesia, kucing ini banyak ditemukan di hutan Sumatera dan Kalimantan.

Ukurannya sangat kecil, berukuran seperti kucing domestik. Nama lain dari spesies ini adalah kucing kepala datar.

Statusnya dalam IUCN Red List adalah endangered atau terancam punah.

IUCN mengkategorikan kucing tandang sebagai endangered atau genting dengan perkiraan populasi dewasa hanya 2.499 ekor.

9. Kucing bakau

Kucing bakau (Prionailurus viverrinus) barada di kebun binatang Gembiraloka (GL) Zoo, Umbulharjo, DI Yogyakarta, Selasa (5/5/2020). Semenjak ditutup pada 22 Maret lalu terkait wabah COVID-19, pihak pengelola mengurangi belanja pakan satwa dari Rp 70-80 juta dalam sepekan menjadi Rp 60-70 juta untuk konsumsi 1.200 satwa koleksi Gembiraloka Zoo.ANTARA FOTO/HENDRA NURDIYANSYAH Kucing bakau (Prionailurus viverrinus) barada di kebun binatang Gembiraloka (GL) Zoo, Umbulharjo, DI Yogyakarta, Selasa (5/5/2020). Semenjak ditutup pada 22 Maret lalu terkait wabah COVID-19, pihak pengelola mengurangi belanja pakan satwa dari Rp 70-80 juta dalam sepekan menjadi Rp 60-70 juta untuk konsumsi 1.200 satwa koleksi Gembiraloka Zoo.

Kucing bakau (Prionailurus viverrinus) hidup di sepanjang sungai dan rawa-rawa bakau di hutan Sumatera dan Kalimantan.

Ukurannya sekitar dua kali lipat dari kucing domestik. Kucing ini memiliki keunikan berani dan bisa berenang untuk menangkap mangsanya.

Terdapat selaput di antara jari kakinya yang berguna ketika kucing ini berada di air. IUCN mengkategorikan kucing bakau sebagai vulnerable atau rentan.

Baca juga: Penambangan Pasir Laut Ancam Hiu Berjalan dan Pari Manta yang Hampir Punah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau