Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Misinformasi Perubahan Iklim di YouTube, Pembuatnya Punya Strategi Baru

Kompas.com, 20 Januari 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Ketika dampak krisis iklim – mulai dari gelombang panas hingga badai dahsyat – berdampak pada populasi global yang lebih luas, narasi yang menyangkal adanya perubahan iklim menjadi kurang efektif.

"Sekarang mayoritas orang mengakui penolakan iklim sebagai hal yang kontrafaktual dan didiskreditkan, para penyangkal iklim dengan sinis menyimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk menggagalkan aksi iklim adalah dengan memberi tahu masyarakat bahwa solusi tersebut tidak berhasil," jelas Ahmed.

Dia menambahkan, strategi terbaru dari para penyangkal iklim tersebut sangat berbahaya.

Baca juga: 4 Cara AI Bantu Lawan Perubahan Iklim

"Dan hal ini dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap opini publik mengenai aksi iklim selama beberapa dekade mendatang," ujar Ahmed.

Kondisi tersebut juga cukup mengkhawatirkan karena demografi anak muda tertarik pada YouTube, menurut CCDH.

Survei yang dilakukan pada Desember 2023 oleh Pew Research Center menemukan YouTube adalah platform media sosial yang paling banyak digunakan oleh remaja berusia 13 hingga 17 tahun, dan digunakan oleh sekitar sembilan dari 10 dari mereka.

Pergeseran taktik untuk melemahkan aksi iklim juga dapat membantu para pembuat konten menyiasati kebijakan YouTube yang melarang mereka memonetisasi dari konten yang menolak perubahan iklim, menurut laporan tersebut.

Pada 2021, perusahaan tersebut melarang iklan yang memuat konten yang bertentangan dengan konsensus ilmiah yang sudah mapan mengenai adanya dan penyebab perubahan iklim.

Di satu sisi, YouTube berpotensi menghasilkan hingga 13,4 juta dollar AS per tahun dari iklan di video yang, menurut laporan CCDH, mengandung penolakan iklim.

Baca juga: Konsep Ekowisata di Banyuwangi Bantu Lawan Perubahan Iklim

"Tidak banyak perusahaan yang akan senang melihat iklan mereka muncul di samping konten yang jelas-jelas menolak perubahan iklim," kata Ahmed.

"Dan saya membayangkan mereka akan marah ketika mengetahui bahwa mereka secara tidak sengaja mendanai konten penolakan iklim," sambungnya.

Dalam pernyataannya kepada CNN, juru bicara YouTube mengatakan, debat atau diskusi mengenai topik perubahan iklim, termasuk seputar kebijakan publik atau penelitian, diperbolehkan.

Juru bicara tersebut menambahkan, ketika konten melewati batas penolakan terhadap perubahan iklim, YouTube berhenti menampilkan iklan di video tersebut.

"Kami juga menampilkan panel informasi di bawah video yang relevan untuk memberikan informasi tambahan mengenai perubahan iklim dan konteksnya dari pihak ketiga," jelasnya.

YouTube mengatakan tim penegakan hukumnya bekerja cepat untuk meninjau video yang berpotensi melanggar kebijakan, lalu mengambil tindakan.

Baca juga: 5 Kabar Besar soal Perubahan Iklim Sepanjang Tahun 2023

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau