KOMPAS.com - Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, penyebaran misinformasi atau informasi sesat turut semakin meningkat, termasuk di media sosial.
Penyebaran misinformasi tak sebatas hanya pada satu topik tertensu seperti politik, melainkan meluas hingga semua topik, termasuk isu perubahan iklim.
Berbagai platform media sosial menjadi sasaran empuk penyebaran misinformasi perubahan iklim, tak terkecuali YouTube.
Baca juga: Perubahan Iklim Timbulkan Risiko Bobot Bayi Baru Lahir Tak Normal
Baru-baru ini, lembaga nonprofit Center for Countering Digital Hate (CCDH) melakukan analisis terhadap penyebaran ribuan video misinformasi YouTube.
Bedasarkan temuan CCDH ada banyak sekali misinformasi dan pernyataan yang salah di video YouTube, sebagaimana dilasnir CNN, Rabu (17/1/2024).
Selain itu, menurut analisis CCDH, ada perubahan besar dari strategi para penyangkal perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir.
Dahulu para penyangkal perubahan iklim langsung menolak perubahan iklim dan mengecapnya sebagai tipuan atau penipuan, atau mengeklaim bahwa manusia tidak bertanggung jawab atas perubahan iklim.
Kini, banyak penyangkal perubahan iklim beralih ke pendekatan lain, yaitu pendekatan yang berupaya melemahkan ilmu pengetahuan tentang iklim, meragukan solusi iklim, dan bahkan menyebut pemanasan global tidaklah berbahaya.
Baca juga: Perubahan Iklim dan AI Jadi Ancaman Pembangunan Global
CCDH menyebutkan, selama lima tahun terakhir, terjadi peningkatan strategi yang baru tersebut secara signifikan selama lima hari.
Analisis dari lembaga tersebut juga menunjukkan, perubahan narasi yang baru itu juga dapat membantu pembuat video menghindari larangan platfotm YouTube untuk memonetisasi penolakan iklim.
Para peneliti CCDH mengumpulkan transkrip dari lebih dari 12.000 video yang diunggah antara 2018 hingga 2023 di 96 saluran YouTube yang mempromosikan penolakan iklim dan misinformasi.
Transkripnya dianalisis oleh kecerdasan buatan untuk mengkategorikan narasi penolakan iklim yang digunakan sebagai "penyangkalan lama" atau "penyangkalan baru".
Konten "penyangkalan baru" kini mencapai 70 persen dari seluruh klaim penolakan iklim yang diunggah di YouTube, naik dari 35 persen pada 2018.
Baca juga: Masyarakat Pesisir Paling Rentan Terdampak Perubahan Iklim
CEO dan pendiri CCDH Imran Ahmed mengatakan, perubahan strategi dari penyangkal iklim tersebut juga merupakan manifestasi dari kemenangan wacana perubahan iklim.
"Gerakan iklim telah memenangkan argumen bahwa perubahan iklim itu nyata dan merusak ekosistem planet kita," kata Ahmed kepada CNN.
Ketika dampak krisis iklim – mulai dari gelombang panas hingga badai dahsyat – berdampak pada populasi global yang lebih luas, narasi yang menyangkal adanya perubahan iklim menjadi kurang efektif.
"Sekarang mayoritas orang mengakui penolakan iklim sebagai hal yang kontrafaktual dan didiskreditkan, para penyangkal iklim dengan sinis menyimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk menggagalkan aksi iklim adalah dengan memberi tahu masyarakat bahwa solusi tersebut tidak berhasil," jelas Ahmed.
Dia menambahkan, strategi terbaru dari para penyangkal iklim tersebut sangat berbahaya.
Baca juga: 4 Cara AI Bantu Lawan Perubahan Iklim
"Dan hal ini dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap opini publik mengenai aksi iklim selama beberapa dekade mendatang," ujar Ahmed.
Kondisi tersebut juga cukup mengkhawatirkan karena demografi anak muda tertarik pada YouTube, menurut CCDH.
Survei yang dilakukan pada Desember 2023 oleh Pew Research Center menemukan YouTube adalah platform media sosial yang paling banyak digunakan oleh remaja berusia 13 hingga 17 tahun, dan digunakan oleh sekitar sembilan dari 10 dari mereka.
Pergeseran taktik untuk melemahkan aksi iklim juga dapat membantu para pembuat konten menyiasati kebijakan YouTube yang melarang mereka memonetisasi dari konten yang menolak perubahan iklim, menurut laporan tersebut.
Pada 2021, perusahaan tersebut melarang iklan yang memuat konten yang bertentangan dengan konsensus ilmiah yang sudah mapan mengenai adanya dan penyebab perubahan iklim.
Di satu sisi, YouTube berpotensi menghasilkan hingga 13,4 juta dollar AS per tahun dari iklan di video yang, menurut laporan CCDH, mengandung penolakan iklim.
Baca juga: Konsep Ekowisata di Banyuwangi Bantu Lawan Perubahan Iklim
"Tidak banyak perusahaan yang akan senang melihat iklan mereka muncul di samping konten yang jelas-jelas menolak perubahan iklim," kata Ahmed.
"Dan saya membayangkan mereka akan marah ketika mengetahui bahwa mereka secara tidak sengaja mendanai konten penolakan iklim," sambungnya.
Dalam pernyataannya kepada CNN, juru bicara YouTube mengatakan, debat atau diskusi mengenai topik perubahan iklim, termasuk seputar kebijakan publik atau penelitian, diperbolehkan.
Juru bicara tersebut menambahkan, ketika konten melewati batas penolakan terhadap perubahan iklim, YouTube berhenti menampilkan iklan di video tersebut.
"Kami juga menampilkan panel informasi di bawah video yang relevan untuk memberikan informasi tambahan mengenai perubahan iklim dan konteksnya dari pihak ketiga," jelasnya.
YouTube mengatakan tim penegakan hukumnya bekerja cepat untuk meninjau video yang berpotensi melanggar kebijakan, lalu mengambil tindakan.
Baca juga: 5 Kabar Besar soal Perubahan Iklim Sepanjang Tahun 2023
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya