KOMPAS.com - Investasi pertambangan di Indonesia dinilai akan terhambat jika aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan atau environment, social, and governance (ESG) tidak serius diimplementasikan.
Hal tersebut disampaikan Chairperson of Advisory Board Social Investment Indonesia Jalal sebagaimana dilansir Antara, Jumat (26/1/2024).
"Sektor pertambangan dan ESG harus berhubungan dekat karena ke depan bukan hanya menyangkut dekarbonisasi sektor pertambangan, tetapi juga dekarbonisasi dunia," kata Jalal.
Baca juga: Terapkan ESG di Taman Kehidupan Rp 33 Triliun, IBA Undang Mantan Mendagri Taiwan
Jalal mengatakan, menurut riset Price Waterhouse Cooper (PwC), perusahaan di sektor pertambangan yang tidak serius dengan aspek ESG, akan berbeda sekali performa finansialnya dibandingkan dengan perusahaan yang serius dengan ESG.
"Tidak bisa kita tidak serius dengan ESG. Kita butuh menaikkan banyak mineral dan logam dan persyaratannya dengan ESG. Para pemimpin perusahaan pertambangan harus belajar ESG dengan benar," ujarnya.
Jalal mengungkapkan, kegiatan pertambangan harus dilakukan ekstra hati-hati. Jangan sampai menyelamatkan manusia dari perubahan iklim, tapi justru membahayakan keanekaragaman hayati.
Menurut dia, pelaporan standar yang paling populer yakni Global Reporting Initiative (GRI) sangat penting.
Baca juga: Wujudkan Industri Berdaya Saing Global Perlu Terapkan ESG
Standar GRI di Indonesia sudah diterapkan banyak perusahaan. Namun, jika ingin ESG mendapat pengakuan global, mau tidak mau harus memperbaiki pelaporan.
Jalal pun memberi rekomendasi bagi pelaku usaha di sektor pertambangan untuk belajar keuangan berkelanjutan.
"Integrasi ESG jangan hanya ramai di mulut, bikin penilaian materialitas yang serius, isu ke depan akan sangat penting di antaranya dekarbonisasi dan keanekaragaman hayati perlu diperhatikan," katanya.
Direktur SDGs Center Universitas Padjadjaran Zuzy Anna mengungkapkan, kebutuhan ESG menjadi keniscayaan, terutama dalam pasar global.
Baca juga: Jelang 2023 Berakhir, Bagaimana Perspektif ESG di Sektor Properti?
Pasalnya, investor lebih memilih investasi di perusahaan yang mengimplementasikan ESG dan mengikuti kriteria ESG.
"Lembaga keuangan tidak mau memberikan pinjaman atau modal kepada perusahaan yang mungkin terekspos tidak sesuai dengan standar ESG. Partner juga tidak ingin membeli barang dan jasa dari perusahaan yang tidak memiliki standar ESG," ungkap dia.
Sementara itu, Manager Environmental PT Agincourt Recources Mahmud Subagya mengatakan, perusahaan pertambangan emasnya mempunyai kebijakan lingkungan untuk meminimalkan semua dampak yang timbul.
"Ada mitigasi yang dilakukan, sehingga tidak muncul risiko-risiko. Efisiensi energi menjadi suatu kebutuhan, harus dilakukan. Ini merupakan peran perusahaan dalam pengendalian iklim," katanya.
Baca juga: Basuki Beberkan Penerapan ESG dalam Proyek Infrastruktur IKN
Menurut dia, proses penambangan Agincourt Resources dilakukan secara open pit dan belum mengoperasikan underground mine.
Mahmud menuturkan, Agincourt melakukan pembukaan lahan secara hati-hati untuk meminimalkan dampak pada lingkungan.
Status pembukaan lahan Agincourt hingga Desember 2023 ada 608 hektare dan sudah reklamasi 40-an hektare.
"Sebanyak 40 hektare kami lakukan reklamasi menggunakan teknologi untuk mempercepat pertumbuhan cover crop dan tumbuhan tanaman tegakan," kata dia.
Wakil Presiden Direktur Agincourt Resources Ruli Tanio mengatakan, perusahaan telah menargetkan sejumlah fokus keberlanjutan yang tertuang pada Public Contribution Strategy perusahaan.
Baca juga: Sido Muncul Satu-satunya Emiten Kesehatan dengan Skor Risiko ESG Rendah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya