JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengungkapkan terdapat 4,5 juta hektar hutan di Indonesia mengalami deforestasi selama sembilan tahun terakhir, atau sepanjang tahun 2013-2022.
Oleh karena itu, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian mengatakan kurang tepat jika deforestasi disebut menurun, seperti klaim pemerintah.
"Kita selalu mendengar klaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa deforestasi itu menurun. Faktanya deforestasi itu masih terjadi. Itu fakta yang tidak terbantahkan," kata Uli dalam agenda Jejak Kejahatan Ekologis Tiga Koalisi Capres, di Jakarta, Senin (12/2/2024).
Kendati demikian, Uli mengakui total luas kawasan hutan yang diizinkan untuk dialihfungsikan selama era Presiden Joko Widodo lebih kecil dibandingkan rezim sebelumnya.
Baca juga: Memahami Deforestasi secara Utuh
Selama era Jokowi, izin alih fungsi hutan mencapai 190 izin dengan luas lahan 1,4 juta hektar diberikan kepada korporasi.
Namun, kata Uli, hal itu terjadi bukan karena adanya upaya kuat dari pemerintahan Jokowi untuk mencegah deforestasi hutan.
Melainkan, penurunan deforestasi terjadi akibat habisnya hutan-hutan di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Sebagai informasi, jika melihat kepemimpinan sebelumnya, era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengeluarkan 1.257 izin alih fungsi hutan dengan luasan 21, 9 juta hektar.
“Betul kalau dibandingkan dengan presiden sebelumnya itu lebih sedikit, tapi bukan karena adanya upaya kuat dari pemerintah untuk menjaga hutan,” imbuhnya.
Uli menjelaskan, peningkatan deforestasi di Indonesia saat ini paling banyak disebabkan oleh nikel. Eksploitasi nikel, kata dia, telah merusak hutan di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Tengah.
Operasi tersebut tentunya menyebabkan peningkatan deforestasi, terutama di daerah Sulawesi dan Maluku. Catatan Walhi juga menunjukkan adanya peningkatan di daerah Papua.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Deforestasi di Indonesia Lebih Luas dari Wilayah Korsel
"Kalau kita pakai pendekatan wilayah deforestasi di Sulawesi itu jauh meningkat karena eksploitasi nikel tadi. Kalau kita pakai pendekatan wilayah tadi deforestasi di Papua juga meningkat karena tren izin mengarah ke timur," tutur Uli.
"Jadi tidak terlalu bijak juga kalau kemudian untuk melihat secara general dan mengklaim terjadi penurunan, tapi secara sektor dan wilayah deforestasi masih tinggi di beberapa wilayah," imbuhnya.
Uli juga menegaskan sejumlah dampak negatif akibat deforestasi. Saat hutan berubah fungsi menjadi bukan hutan, bencana longsor dan banjir akan terjadi lebih sering dan lebih ekstrem.
"Dampak paling logis itu adalah perubahan hutan yang tadinya berfungsi menjadi penata air, kemudian hilang fungsinya (untuk mengatur air)," ujar Uli.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun disebut telah mencatat dalam lima tahun terakhir, bencana terbesar di Indonesia adalah longsor dan banjir, yang dipengaruhi oleh deforestasi.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat deforestasi Indonesia mencapai 4,56 juta hektare (ha) pada 2013-2022.
Dikutip dari laman KLHK, Selasa (13/2/2024), Indonesia telah berhasil menurunkan angka deforestasi sampai titik terendah pada tahun 2021-2022 sebesar 104.000 hektar. Sementara, deforestasi Indonesia tahun 2020-2021 adalah sebesar 113.500 hektar.
Baca juga: Laju Deforestasi di Indonesia Terbesar Keempat di Dunia
Sebagai informasi, Indonesia mulai menghitung tingkat deforestasi sejak tahun 1990.
Faktanya, deforestasi tertinggi terjadi pada periode tahun 1996 sampai 2000, yaitu 3,5 juta hektar per tahun.
Periode 2002 sampai 2014 sebesar 0,75 juta hektar per tahun, dan mencapai titik terendah laju deforestasi pada tahun 2022 sebesar 104.000 hektar.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan angka deforestasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya selama satu dekade terakhir.
Berikut rincian angka deforestasi berdasarkan catatan KLHK:
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya