Opsi lain dengan mengembangkan teknologi iradiasi makanan seperti yang dikembangkan BRIN.
Semoga saja dukungan kebijakan pendanaan dari pemerintah terus berlanjut dan pemerintah harus memberi time line yang jelas. Jika ini berjalan, maka akan sangat membantu mencegah pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari patogen.
Para lulusan kampus jurusan teknologi pangan atau teknologi industri pangan bisa
diberdayakan ilmunya. Tantangannya sejauh mana, khususnya pemerintah, mau berinvestasi karena selama ini baru perusahaan swasta besar yang memanfaatkan ilmu ini.
Kedua, gaya hidup pangan berkelanjutan. Makanan bukan hanya dipilih karena menyehatkan, tetapi memikirkan dampak lingkungan.
Artinya pangan bisa dihasilkan terus-menerus terutama seminimal mungkin menghasilkan limbah makanan maupun dari kemasannya.
Selain itu, mengonsumsi pangan sesuai kebutuhan untuk menghindari makanan terbuang sia-sia. Cara lainnya memilih makanan yang alami diikuti variasi, misalnya, sumber karbohidratnya tidak hanya nasi. Kita punya banyak sumber pangan seperti ubi, kentang, dan lain-lain.
Singkatnya, pangan berkelanjutan membentang sejak produksi bersih, penyimpanan, distribusi, pemasaran, pengelolaan terutama limbah menjadi sangat mendesak. Dibutuhkan kebijakan strategis dan tata kelola pangan yang komprehensif.
Ketiga, untuk restoran dan usaha sejenis. Sebagai tahap awal tindakan audit limbah menjadi mendesak karena akan menjadi pintu masuk untuk tahap selanjutnya. Dengan audit, kita akan mengetahui dengan pasti berapa jumlah makanan yang terbuang.
Keempat, level rumah tangga. Bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti merencanakan menu dan jumlah makanan selama seminggu, lalu membuat daftar belanja.
Saat waktu makan, setiap anggota keluarga harus menakar betul kebutuhannya, dalam arti mengambil makanan yang bisa dihabiskan. Ini hal sepele, tetapi dampaknya sangat besar untuk mengurangi FW.
Kelima, optimalisasi pendanaan. Dimaksudkan pendanaan bisa tepat guna dalam penyediaan infrastruktur, sarana prasarana, dan pelatihan untuk mendukung efisiensi.
Keenam, penguatan regulasi. Baik di level pusat maupun daerah dan ini mesti terhubung apa yang menjadi tantangan masing-masing wilayah regional. Sembari memperkuat kelembagaannya.
Ketujuh, pengembangan kajian. Data base FLW hulu hilir dan secara rigid harus diketahui dan oleh karenanya kajian mesti terus dikembangan.
Semua strategi di atas hampir sama dengan pedoman yang telah dianjurkan FAO dalam “Reducing the Food Wastage Footprint”.
FAO menggambarkan strategi pengurangan limbah pangan dalam pola piramida terbalik. Urutan prioritas pilihan penanganan limbah pangan adalah reduce (mengurangi limbah), reuse (menggunakan kembali), recycle and recover (daur ulang dan pemulihan) dan pilihan terakhir adalah landfill (masuk tempat pembuangan sampah).
Reduce dipandang sebagai cara terbaik untuk mengurangi limbah sumber daya alam. Reuse bila ada surplus produksi, maka pilihan terbaik adalah menjadikannya tetap berada dalam rantai pangan manusia, bisa dipasarkan atau untuk keperluan sosial.
Recycle and Recover bagaimana memanfaatkan sisa-sisa yang ada dengan cara pengolahan seperti kompos dan pembakaran. Manajemen pembuangan limbah pangan juga sangat penting agar limbah tidak menganggu lingkungan dan air tanah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya