Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lebih dari sepertiga penduduk Indonesia tepatnya 36,85 persen rumah tangga tinggal di rumah tak layak huni.

Itu berarti masih ada sekitar 36 sampai 37 dari 100 rumah tangga yang menempati rumah tak layak huni.

Menurut Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca juga: Ini 4 Kriteria Rumah Layak Huni Menurut Indikator SDGs

Pada 2022, ada 39,34 persen rumah tangga yang tinggal di rumah tak layak huni. Pada 2021, sekitar 39,1 persen rumah tangga menempati rumah tak layak huni.

Data tersebut disarikan oleh BPS dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023.

Jumlah sampel Susenas Maret 2023 mencakup 345.000 rumah tangga yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten atau kota di Indonesia

Di sisi lain, persentase rumah tangga yang menempati rumah tak layak huni di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.

Rumah tangga yang tinggal di rumah tak layak huni di perkotaan adalah 34,53 persen, sedangkan di perdesaan mencapai 40,09 persen.

Baca juga: Jakarta Jadi Provinsi yang Warganya Paling Banyak Ngontrak Rumah

Dilihat berdasarkan provinsi, pada 2023 ada empat provinsi dengan persentase rumah tangga yang menempati rumah tak layak huni yang tinggi di atas 50 persen.

Kempat provinsi tersebut adalah Papua 70,99 persen, Kepulauan Bangka Belitung 67,43 persen, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 61,2 persen, dan Nusa Tenggara Timur 57,3 persen.

Sedangkan provinsi dengan persentase rumah tangga yang menempati rumah tak layak huni terendah adalah Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta yakni hanya sebesar 14,21 persen.

Persentase rumah tangga yang menempati rumah layak huni meningkat seiring semakin tingginya kelompok kuintil pengeluaran.

73,89 persen masyarakat dengan status ekonomi tertinggi (kuintil 5) menempati rumah layak huni.

Sementara itu, 50,48 persen masyarakat dengan status ekonomi terendah (kuintil 1) menempati rumah layak huni.

Baca juga: Abah Jajang, Pemilik Rumah Surga di Cianjur Dapat Penghargaan Tokoh Lingkungan

Kriteria rumah layak huni

Di dalam indikator tujuan nomor 11 Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, ada empat kriteria yang wajib dipenuhi agar tempat tinggal dapat dikatakan sebagai rumah layak huni. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

1. Ketahanan bangunan

Ketahanan bangunan rumah tangga diukur melalui bahan bangunan atap, dinding, dan lantai rumah.

Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar bangunan atap, dinding, dan lantai rumah dinyatakan tahan, yaitu:

  • Bahan bangunan atap rumah terluas berupa beton, genteng, kayu/sirap, atau seng.
  • Bahan bangunan dinding rumah terluas berupa tembok, plesteran, anyaman bambu/kawat, kayu/papan, atau batang kayu.
  • Bahan bangunan lantai rumah terluas beurpa marmer/granit, keramik, parket/vinil/karpet, ubin/tegel/teraso, kayu/papan, atau semen/bata merah.

2. Luas tempat tinggal

Luas rumah layak huni minimal 7,2 meter persegi per kapita. Kecukupan luas tempat tinggal yang diukur melalui luas lantai per kapita minimal 7,2 meter persegi.

Misalkan ada empat anggota keluarga, maka kecukupan luas lantai minimal agar layak huni adalah 28,8 meter persegi.

Baca juga: Canggih, Sepeda Ini Bisa Listriki Laptop, Smartphone, dan Rumah

3. Akses air minum layak

Rumah layak huni juga harus emiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak.

Sumber air minum dikatakan layak jika rumah tangga memiliki sumber air minum utama berupa air terlindungi, yaitu:

  • Leding
  • Sumur bor/pompa
  • Sumur terlindung
  • Mata air terlindung
  • Air hujan

Jika sumber air minum utama rumah tangga bersifat tidak berkelanjutan yaitu air kemasan bermerek atau air isi ulang, rumah tangga perlu memiliki sumber air mandi atau cuci berupa air terlindungi agar dapat dikatakan memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak.

4. Akses sanitasi layak

Rumah layak huni wajib memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak.

Akses rumah tangga terhadap sanitasi layak diukur melalui kepemilikan fasilitas tempat buang air besar, jenis kloset, dan tempat pembuangan akhir tinja.

Rumah tangga dengan akses terhadap sanitasi layak perlu memiliki fasilitas tempat buang air besar sendiri, bersama, atau di fasilitas mandi cucui kakus (MCK) komunal.

Jenis kloset yang memenuhi syarat sanitasi layak adalah leher angsa. Tempat pembuangan akhir tinja yang memenuhi syarat sanitasi layak adalah tangki septik atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Akan tetapi, untuk daerah perdesaan, tempat pembuangan akhir tinja dapat berupa lubang tanah.

Baca juga: Penggerak Rendang Goes To Europe, Beroleh Penghargaan Rumah Zakat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tantangan ESG dan Arah Baru Tata Kelola Mineral Kritis Indonesia
Tantangan ESG dan Arah Baru Tata Kelola Mineral Kritis Indonesia
LSM/Figur
Perubahan Iklim, Perempuan Terpaksa Jadi Tulang Punggung Tanpa Jaminan Sosial
Perubahan Iklim, Perempuan Terpaksa Jadi Tulang Punggung Tanpa Jaminan Sosial
LSM/Figur
Duit China Dorong Transisi Energi ASEAN, tapi Politik Global Menahan
Duit China Dorong Transisi Energi ASEAN, tapi Politik Global Menahan
Pemerintah
Lestari Awards 2025 Umumkan Juri Inisiatif Keberlanjutan Terbaik
Lestari Awards 2025 Umumkan Juri Inisiatif Keberlanjutan Terbaik
Swasta
Di Kalsel, Ahli IPB Kenalkan Pertanian Hemat Lahan 'Garden Tower'
Di Kalsel, Ahli IPB Kenalkan Pertanian Hemat Lahan "Garden Tower"
Pemerintah
Pemerintah Bakal Revitalisasi Tambak dan Bangun Hutan Mangrove di Pantura
Pemerintah Bakal Revitalisasi Tambak dan Bangun Hutan Mangrove di Pantura
Pemerintah
Terobosan AI Google, Pangkas Emisi Lampu Lalu Lintas
Terobosan AI Google, Pangkas Emisi Lampu Lalu Lintas
Swasta
Penanaman Hutan di Wilayah Tropis Jadi Strategi Atasi Krisis Iklim
Penanaman Hutan di Wilayah Tropis Jadi Strategi Atasi Krisis Iklim
Pemerintah
Ramai soal Tambang Nikel Raja Ampat, KKP Kerahkan Tim untuk Cek
Ramai soal Tambang Nikel Raja Ampat, KKP Kerahkan Tim untuk Cek
Pemerintah
Perubahan Iklim, Siswa Pekalongan Sakit dan Gatal akibat Rob, Tak Fokus Belajar
Perubahan Iklim, Siswa Pekalongan Sakit dan Gatal akibat Rob, Tak Fokus Belajar
LSM/Figur
Mikroplastik Ditemukan di Udara Indonesia, Bisa Picu Autoimun
Mikroplastik Ditemukan di Udara Indonesia, Bisa Picu Autoimun
LSM/Figur
Perubahan Iklim Bikin Laut Menderita, Dampaknya Bisa Seret Kita Semua
Perubahan Iklim Bikin Laut Menderita, Dampaknya Bisa Seret Kita Semua
Pemerintah
Seluas 17.000 Hektar, Ruang Hidup Suku Boti Perlu Segera Jadi Hutan Adat
Seluas 17.000 Hektar, Ruang Hidup Suku Boti Perlu Segera Jadi Hutan Adat
Pemerintah
Bukan Sihir, Ini Sains: Plastik Temuan Ilmuwan Jepang Terurai dalam Sekejap, Tanpa Jejak
Bukan Sihir, Ini Sains: Plastik Temuan Ilmuwan Jepang Terurai dalam Sekejap, Tanpa Jejak
LSM/Figur
MIND ID Targetkan Penurunan 21,4 Persen Emisi GRK pada 2030
MIND ID Targetkan Penurunan 21,4 Persen Emisi GRK pada 2030
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau